Bank Dunia Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,1 Persen di 2016

Bank Dunia memproyeksi ekonomi Indonesia hanya bisa tumbuh 5,1 persen tahun ini.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Apr 2016, 13:21 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2016, 13:21 WIB
Bank Dunia Minta Pemerintah Percepat Penyerapan Anggaran
Proyeksi Bank Dunia untuk tahun depan tidak berubah dari proyeksi IEQ Oktober 2015, proyeksi untuk tahun 2016 pertumbuhan tetap 5,3 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia dalam laporannya bertajuk Perkembangan Ekonomi Asia Timur dan Pasifik, menilai prospek pertumbuhan ekonomi di Filipina dan Vietnam lebih kuat dibandingkan Indonesia.

Lembaga internasional ini bahkan memproyeksi ekonomi Indonesia hanya bisa tumbuh 5,1 persen tahun ini. Angka ini lebih rendah dari asumsi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar 5,3 persen.

Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa memprediksi, negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan mengalami pertumbuhan ekonomi 4,8 persen pada 2016, atau naik dari realisasi tahun lalu 4,7 persen. Sementara prediksi pertumbuhan kurun periode 2017-2018 sebesar 4,9 persen.

"Pertumbuhan ekonomi ini dimotori paling besar dari Asia Tenggara. Tapi perkiraan masing-masing negara bervariasi ‎tergantung pada hubungan perdagangan dan keuangan mereka dengan negara-negara berpenghasilan tinggi dan China, serta ketergantungan mereka terhadap ekspor komoditas," jelas dia di Jakarta, Senin (11/4/2016).


Di antara negara-negara di Asia Tenggara dengan tingkat perekonomian yang besar, menurut laporan Bank Dunia, prospek Filipina dan Vietnam memiliki prospek paling kuat. Kedua negara tersebut diramalkan mendulang pertumbuhan ekonomi lebih dari 6 persen di 2016.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 5,1 persen pada 2016 dan 5,3 persen di 2017, tergantung keberhasilan paket reformasi dan implementasi program investasi publik yang ambisius," tutur Kwakwa.

Sementara beberapa negara dengan perekonomian kecil, seperti Laos, Mongolia, dan Papua Nugini dikatakan Bank Dunia akan tetap terpengaruh rendahnya harga komoditas dan pelemahan permintaan dari luar.

Perkembangan ekonomi Kamboja diperkirakan berkisar hampir di bawah 7 persen dalam kurun waktu 2016-2018 akibat pelemahan harga komoditas pertanian, pembatasan ekspor garmen dan pertumbuhan yang melemah di sektor pariwisata.

"Kawasan pembangunan Asia Timur dan Pasifik menghadapi risiko lebih kuat, termasuk pemulihan yang lebih melambat dari ekspektasi di negara berpenghasilan tinggi dan perlambatan yang mulai lebih awal di China. Berbagai negara pun menghadapi ruang yang makin sempit untuk mengubah kebijakan makroekonomi," tutur Kepala Ekonom Bank Dunia Kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty.

Penuh Risiko

Laporan Bank Dunia menyerukan pentingnya pengawasan terhadap kerentanan ekonomi, terutama yang terkait dengan tingginya utang, deflasi harga dan pertumbuhan yang melambat di China, serta tingginya utang sektor swasta dan rumah tangga di beberapa negara ekonomi besar.

"Kawasan Asia Timur dan Pasifik harus siap menghadapi bencana alam ‎yang merupakan risiko besar bagi negara kepulauan di kawasan Asia Pasifik," tegas Shetty.

Bank Dunia mendesak pentingnya kebijakan makroekonomi yang cermat dan kelangsungan reformasi struktural.

China disarankan memperkuat disiplin di sektor keuangan, seperti menyediakan alokasi kredit yang lebih berdasarkan permintaan pasar‎, membuka secara berangsur-angsur sektor yang didominasi BUMN, meneruskan reformasi sistem registrasi rumah tangga.

Penting pula melakukan transisi pembelanjaan negara dari sektor infrastruktur ke layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, bantuan sosial dan perlindungan lingkungan hidup.

"Perlu kebijakan fiskal supaya bisa menghadapi kemungkinan adanya goncangan. Pemerintah diminta meningkatkan transparansi dan memperkuat akuntabilitas, mengurangi hambatan perdagangan regional, serta mendorong revolusi digital," kata Shetty.(Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya