Petani Minta DPR Segera Sahkan RUU Pertembakauan

RUU Pertembakauan dinilai bisa memayungi secara hukum keberadaan petani tembakau dari ancaman asing.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Apr 2016, 13:01 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2016, 13:01 WIB
20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto1
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Petani dan kepala daerah mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang sudah masuk prolegnas.

RUU Pertembakauan dinilai bisa memayungi secara hukum keberadaan petani tembakau dari ancaman intervensi asing serta kebijakan impor tembakau. Keduanya menjadi ancaman petani seiring keputusan pabrikan yang mulai mengurangi pembelian tembakau lokal di saat produksi rokok naik.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Wisnu Brata mengaku mereka memerlukan regulasi yang bisa melindungi petani sekaligus juga menjadikan petani mandiri di dalam negeri.

"Dalam Pasal 20 RUU Pertembakauan jelas ada definisi mengenai rokok kretek di mana bahan baku lokal lebih besar dari impor dengan perbandingan 80 persen lokal dan 20 persen impor. Kemudian di Pasal 30 ada disparitas cukai untuk kretek, jadi ini bentuk perlindungan ke petani," ucap Wisnu di Jakarta, Selasa (12/4/2016).

Kejelasan regulasi menjadi penting karena dikhawatirkan industri tembakau ke depan hanya akan jadi sejarah saja akibat tidak ada proteksi dari pemerintah.

Dikatakan, jangan sampai komoditas tembakau seperti komoditas lain, seperti bawang putih, yang sekarang impornya sangat tinggi melebihi produksi dalam negeri dan petani tidak mau bertanam karena tidak menguntungkan.

"RUU Pertembakuan ini propetani. Kami sendiri tidak anti impor, asalkan jelas dilaporkan," ujar dia.


Menurut Wisnu, kampanye negatif yang dilakukan LSM dengan biaya asing terhadap industri tembakau seringkali tidak adil.

Ia khawatir petani tembakau tidak akan mampu berdaulat jika tidak ada perlindungan regulasi. Untuk itu, Presiden Jokowi yang mengedepankan kemandirian ekonomi berdikari dinilai sudah seharusnya mendukung RUU Pertembakauan karena prinsipnya melindungi petani.

"Presiden harus memberi perhatian penuh terhadap RUU Pertembakauan karena ini demi kemandirian ekonomi agar tidak bergantung pada impor," dia menjelaskan.

Hal serupa diungkapkan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi. “Kita tidak setuju regulasi apa pun yang cenderung mematikan para petani tembakau di daerah, maka keberadaan RUU Pertembakauan akan melindungi keberadaan petani kita. Ini masalah keberpihakan,” kata dia.

Zainul menuturkan NTB adalah salah satu provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik NTB, terdapat delapan wilayah pengembangan komoditi tembakau.

Wilayah tersebut meliputi Kabupaten Bima dengan lahan seluas 78 hektare (ha), Kabupaten Dompu sebanyak 470 ha, Kabupaten Lombok Barat dengan lahan 297 ha, Kabupaten Lombok Tengah dengan lahan 10.995 ha. Kemudian Kabupaten Lombok Timur dengan lahan 16.319 ha, Kabupaten Lombok Utara 105 ha, Kabupaten Sumbawa 106 ha, dan Kabupaten Sumbawa Barat  17 ha.

Produksi tembakau setiap tahun juga naik. Produksi pada 2010 sebesar 114 ton, naik pada 2011 menjadi sebesar 182 ton, dan 2013 sebesar 1.562 ton.

Atas dasar itulah, dia menilai tidak ada alasan bagi pemerintah NTB untuk tidak berupaya menjaga industri tembakau yang dimiliki masyarakat. Sebab, dilihat dari sisi aspek ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, tembakau memiliki peran.

Mengenai polemik dari RUU Pertembakauan, Zainul meminta banyak pihak agar arif bijak meresponsnya. Mereka diminta menempatkan segala sesuatunya secara komprehensif dan tidak berupaya mematikan hak hidup petani tembakau.

“Pada titik inilah kita berharap RUU Pertembakauan yang sedang dibahas di DPR kelak jangan sampai nanti menyulitkan petani tembakau di Indonesia. Minimal Presiden Jokowi membuat kebijakan yang melindungi kedaulatan petani tembakau,” dia menjelaskan.

Zainul juga mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Pertembakauan yang saat ini sudah masuk di Proreglas. (Nrm/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya