Liputan6.com, Jakarta - Pengembang swasta terutama yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) terus berjuang untuk menjadi garda terdepan dalam penyediaan rumah rakyat terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun perjuangan tersebut tidak bisa dilakukan sendiri. REI berharap mendapat perhatian dari pemerintah untuk dapat meningkatkan peran serta dalam pengadaan hunian rakyat.
“Tanpa dukungan pemerintah terutama pemerintah daerah, maka pelaku-pelaku pembangunan ini akan lumpuh. Ini butuh political will yang kuat,” ungkap Ketua DPD REI Banten, Soelaeman Soemawinata yang ditulis Liputan6.com, Senin (25/4/2016).
Baca Juga
Dia menambahkan, peran pemerintah daerah (Pemda) dalam mendorong pembangunan rumah rakyat di daerah sangat strategis. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Dalam aturan-aturan tersebut ditegaskan Pemda memiliki tangggung jawab dalam penyelenggaraan penyediaan rumah untuk rakyat, khususnya MBR dan warga miskin.
Sayangnya, hingga saat ini harus diakui tidak banyak Pemda yang sudah memahami tugas dan fungsinya terutama dalam mendukung program Pembangunan Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan Pemerintahan Jokowi-JK sebagai implementasi program Nawa Cita. Akibatnya, ungkap Eman (panggilan akrab Soelaeman), berbagai kendala di lapangan dalam realisasi program PSR masih terjadi terlebih menyangkut proses perijinan yang panjang dan mahal, berbiaya tinggi, serta harga tanah yang makin tinggi.
Rendahnya kesadaran Pemda ini terlihat juga dari sedikitnya daerah yang sudah memiliki peraturan daerah mengenai perumahan rakyat. Sehingga bidang perumahan seringkali tidak mendapat perhatian serius.
Padahal, ungkap Eman, jika Pemda dapat melakukan tugasnya dengan memfasilitasi pengembang membangun rumah rakyat maka banyak keuntungan yang dapat diperoleh daerah dikemudian hari, bukan hanya berupa PAD namun juga kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Di sisi lain, pemerintah pusat perlu memperkuat kelembagaan Pemda misalnya dengan mengaktifkan kembali Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP) di seluruh daerah sehingga berbagai hambatan di lapangan dapat teratasi dengan cepat. Hal ini sudah dilakukan Pemprov Banten dan REI Banten dengan membentuk Pokja PKP, sehingga pengembang semakin bersemangat bangun rumah rakyat,” ujar Eman yang juga Ketua DPP Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) tersebut.
Pembiayaan Baru
Selain perlunya meningkatkan peran kelembagaan Pemda dalam mengurusi perumahan rakyat, Eman juga menyoroti pentingnya adanya lebih banyak skim khusus pembiayaan baru yang menyentuh berbagai kelompok MBR termasuk MBR sektor informal dan masyarakat miskin. Salah satunya dengan menggandeng Lembaga Penjaminan dan Lembaga-Lembaga Non-Perbankan lainnya.
Dalam sejarah Indonesia, menurut Eman, sektor informal ini adalah salah satu kekuatan ekonomi yang tangguh seperti pedagang kaki lima yang tidak lekang dalam situasi ekonomi negara apapun termasuk saat krisis moneter 1998. Namun dalam konsep pembiayaan perumahan saat ini, skim dan aspek legal untuk sektor informal belum ada.
Dia melihat dari sisi perbankan ada beberapa terobosan yang bisa dilakukan misalnya Pemda menggandeng bank-bank daerah untuk mendukung pembiayaan KPR bagi MBR sektor informal. Bisa dengan pola menabung dulu uang muka di bank daerah, dan kemudian dilanjutkan KPR dengan pola cicilan yang dikutip setiap hari. (Muhammad Rinaldi/Gdn)