HSBC: Bila Tax Amnesty Gagal Bakal Kecewakan Investor

Ekonom HSBC Su Sian Lim menilai penerapan tax amnesty dapat berdampak positif untuk investasi Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Mei 2016, 11:25 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2016, 11:25 WIB
HSBC
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom HSBC Su Sian Lim berharap pemerintah segera mensahkan Rancangan Undang-undang (RUU)‎ Pengampunan Pajak/Tax Amnesty. Kebijakan ini akan berdampak positif bagi pertumbuhan investasi Indonesia.

Su mengu‎ngkapkan, apabila pemerintah tak jadi mensahkan RUU tax amnesty maka dikhawatirkan akan menimbulkan kekecewaan bagi investor di bidang portofolio. Hal ini mengingat penerimaan negara tahun ini belum sesuai seperti yang diharapkan.

"Ini imbas dari pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan masih relatif tertekannya pendapatan dari kegiatan yang berhubungan dengan minyak bumi," ujar dia di Jakarta, Kamis (12/5/2016).

Meski demikian, berbagai stimulus yang digulirkan oleh Bank Indonesia (BI) dan pemerintah‎ di akhir 2015 dan awal 2016 diyakini mampu membuat Indonesia mendapatkan momentum perbaikan ekonomi di kuartal mendatang.

"Sejak September 2015, 12 paket stimulus telah dikeluarkan. Banyak kebijakan yang telah diambil guna membuat iklim usaha serta investasi menjadi lebih mudah dan menarik melalui insentif pajak dan fiskal, serta pengurangan regulasi dan birokrasi," kata dia.

Selain itu, Su mengapresiasi langkah BI yang telah mengeluarkan kebijakan tingkat suku bunga dan pemotongan ‎giro wajib minimum (GWM). BI telah memotong suku bunga hingga 75 basis poin dan GWM sebesar 150 basis poin sejak November 2015.

Su juga mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang meminta bank untuk menurunkan suku bunga kredit hingga 400 basis poin dari sekitar 13 persen menjadi 9 persen pada tahun ini.

"Hal ini masih secara signifikan menurunkan biaya pinjaman yang pada gilirannya akan membantu menggairahkan perekonomian," ungkap dia.

Su menuturkan, biaya pinjaman yang lebih rendah penting bagi pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan diyakini akan menguntungkan dunia bisnis. Namun, ‎mengingat pertumbuhan masih di bawah tren positif, dia menyarankan BI agar mengeluarkan kebijakan pelonggaran pada kuartal II ini.

"BI harus tetap waspada karena kebijakan yang berlebihan bisa memicu risiko kenaikan inflasi dalam jangka menengah," ujar dia. (Dny/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya