Pengusaha Tolak Keran Ekspor Rotan Dibuka Kembali

Saat ini 90 persen industri rotan terbesar di Indonesia berada di Kabupaten Cirebon.

oleh Panji Prayitno diperbarui 17 Mei 2016, 13:00 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2016, 13:00 WIB
20151203-Industri-Rotan-Jakarta-AY
Pekerja rengah saat menguas kursi duduk rotan di Jakarta, Kamis (3/12). Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (Pupuk) mendesak pemerintah segera memberlakukan sistem resi gudang rotan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Cirebon - Pelaku usaha dan perajin rotan Cirebon menolak pembukaan kembali keran ekspor rotan bahan baku ke luar negeri.

Ketua DPD Asosiasi Mebel Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Cirebon Raya Sonny A Tanamas menyatakan penolakan keras ekspor rotan ini karena 90 persen industri rotan terbesar berada di Kabupaten Cirebon. Industri pun sangat membutuhkan bahan baku rotan tersebut.

"Seluruh stakeholder industri mebel kerajinan di wilayah Cirebon dan sekitarnya telah sepakat untuk melakukan upaya mengembalikan kejayaan rotan," jelas dia di Cirebon, Selasa (17/5/2016).

Menurut dia, untuk mengembalikan kejayaan industri rotan dapat dilakukan dengan beberapa hal. Salah satu langkahnya dengan tetap melarang ekspor bahan baku rotan nasional.

Langkah lain dengan menolak pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK ) di industri hilir yakni pengusaha barang jadi atau furnitur.

“Kalau keran ekspor rotan kembali dibuka justru membuat mati pengusaha rotan di wilayah kabupaten Cirebon,” tegas Sonny.


Dia khawatir, jika ekspor bahan baku rotan seperti dari Kalimantan, Sulawesi akan banyak diserap Cina.

Upaya menghindari hal itu, pengusaha meminta beberapa hal. Seperti Pemerintah Kabupaten Cirebon harus mampu mempercepat realisasi pembangunan terminal bahan baku rotan di wilayahnya.

Kemudian, mendorong bantuan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya promosi di dalam negeri dan luar negeri. “Point-poin tersebut perlu dilaksanakan dengan segera oleh seluruh stakeholder industri mebel dan kerajinan baik nasional maupun daerah dalam rangka mendorong dan meningkatkan pertumbuhan industri mebel dan kerajinan Indonesia,” kata dia.

Sementara itu Kasi Perdagangan Dalam Negeri Dinas perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cirebon, Dini Dinarsih mengatakan kebijakan pemerintah pusat melalui keputusan Menteri Perdagangan No 35/M-DAG/PER/II/2011 tentang larangan ekspor bahan baku rotan perlu didukung semua pihak. Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka mendukung kepentingan nasional yang lebih tinggi di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Dia mengatakan, kekayaan alam yang dimiliki Indonesia seperti rotan mengusai lebih dari 80 persen rotan dunia. Sinergitas antara pemerintah yang memiliki kewenangan dalam mengatur regulasi dengan masyarakat sebagai objek pelaksana teknis kebijakan harus sejalan. Baik yang berada di wilayah hulu maupun masyarakat yang berada di hilir pengguna bahan baku rotan.

“Keduanya sama memiliki semangat dalam mengangkat komoditi rotan untuk meningkatkan perekonomian yang saling menguntungkan,” ujar Dini.

Dia mengakui, ada polemik perbedaan kepentingan antara hulu dan hilir. Sementara itu, kemampuan pasokan dan kebutuhan masih belum seimbang. Untuk menyeimbangkan perlu diupayakan dalam pemanfaatan rotan sebagai bahan baku industri nasional agar nilai tambah sumber daya alam dapat dinikmati secara optimal.

Atas dasar itu, Disperindag Kabupaten Cirebon mendukung langkah-langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Cirebon, Provinsi dan Pusat serta berbagai pihak yang melarang ekspor bahan baku rotan dan mengoptimalkan penyerapan rotan untuk kebutuhan industri dalam negeri. (Panji Prayitno/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya