Pemangkasan Anggaran Perlu Drastis

Staf ahli Wakil Presiden Bidang Ekonomi Keuangan Wijayanto S menuturkan, target pertumbuhan ekonomi juga perlu realistis.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 17 Jun 2016, 11:30 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2016, 11:30 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menetapkan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) sebesar US$ 40 per barel pada APBN-P 2016. Harga ini lebih tinggi dari harga IPC di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yakni US$ 35 per barel.

Kondisi ini dinilai akan semakin menyulitkan neraca keuangan pemerintah. Mengingat penerimaan melalui pajak terus menurun dan RUU Tax Amnesty belum pasti.

Staf Ahli Wakil Presiden bidang Ekonomi Keuangan Wijayanto Samirin mengatakan, kondisi ini membuat pemerintah harus mengambil langkah lebih jauh. Pemangkasan anggaran yang selama ini sudah dijalankan harus diperketat lagi.

"Pemotongan belanja kementerian/lembaga secara lebih drastis, menunda pengeluaran yang bisa ditunda, dan memanfaatkan sisa anggaran tahun lalu," kata Wijayanto seperti ditulis Jumat (17/6/2016).

Dengan kondisi ekonomi yang lesu saat ini, pemerintah harus lebih realistis dalam mengambil keputusan. Angka pertumbuhan produk domestik bruto pun diperkirakan tidak akan sesuai yang diharapkan.

"Kita perlu lebih realistis terkait GDP growth tahun ini, mungkin tidak bisa setinggi yang kita harapkan," ujar Wijayanto.

Sebelumnya Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah sepakat memangkas besaran subsidi tetap bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dari Rp 1.000 menjadi Rp 500 per liter dalam Rapat Panja Pusat dan Daerah.

Akibat usulan pemotongan subsidi dari Rp 650 menjadi Rp 500 per liter dan asumsi harga minyak mentah Indonesia US$ 40 per barel, maka total belanja subsidi BBM disetujui Rp 43,68 triliun atau membengkak dibanding RAPBN-P 2016 sebesar Rp 40,63 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengungkapkan, pemerintah dalam RAPBN-P 2016 menyodorkan usulan pemangkasan subsidi tetap Solar dari Rp 1.000 menjadi Rp 350 per liter.

Itu artinya pemotongannya sebesar Rp 650 per liter dengan alasan dapat meningkatkan penerimaan negara. Sehingga anggaran untuk jenis BBM tertentu di RAPBN-P 2016 sebesar Rp 12,43 triliun.

"Tapi karena disepakatinya penurunan subsidi dari Rp 1.000 menjadi Rp 500 per liter mulai 1 Juli, maka anggarannya bertambah jadi Rp 13,91 triliun untuk BBM jenis tertentu. Khusus untuk Solar anggaran subsidinya naik dari Rp 10,43 triliun menjadi Rp 11,60 triliun," kata dia saat di Gedung Banggar DPR, Jakarta, Kamis 16 Juni 2016.

Suahasil menyebut, pemerintah menghitung total anggaran subsidi BBM akibat perubahan-perubahan asumsi makro dan besaran subsidi mencapai Rp 43,68 triliun dari sebelumnya di RAPBN-P 2016 Rp 40,64 triliun. (Ahmad R/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya