Perairan Natuna Miliki Potensi Gas Terbesar di Asia Tenggara

Melimpahnya cadangan gas di Blok Natuna sayangnya tidak diimbangi dengan kegiatan eksplorasi.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 18 Jul 2016, 16:44 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2016, 16:44 WIB
20160623- Jokowi Gelar Rapat di Kapal Perang KRI Imam Bonjol 383-Kepri- Setpres
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Menko Polhukam Luhut Panjaitan (kedua kanan) saat berada di atas kapal perang KRI Imam Bonjol 383 di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6). (Foto: Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Perairan Natuna tengah menjadi sorotan dunia terkait adanya konflik antara Indonesia dengan Tiongkok. Terakhir adalah penembakan nelayan Tiongkok oleh TNI-AL.

Untuk menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Presiden Jokowi memastikan akan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Natuna, baik di daratan atau di perairannya.

Tenaga Ahli Menko Maritim Haposan Napitupulu membeberkan salah satu potensi di perairan Natuna adalah sumber gas alam. Bahkan cadangan gas yang berada di perairan natuna timur tersebut salah satu yang terbesar di dunia.

"Di sana itu ada cadangan gas 222 TCF, namanya Blok D Alpha. Ini menjadi salah satu yang terbesar di dunia, pastinya, yang terbesar di Asia Tenggara," kata Haposan saat berbincang dengan wartawan, Senin (18/7/2016).

Menurut dia, melimpahnya cadangan gas tersebut sayangnya tidak diimbangi dengan kegiatan eksplorasi. Kurang berminatnya perusahaan menggali blok migas tersebut dkarenakan kandungan CO2 nya yang sangat tinggi, mencapai 73 persen.

Haposan mengungkapkan, sebenarnya PT Pertamina (Persero) pernah mengajukan kajian fiskal mengenai potensi blok tersebut. Hanya saja karena harga minyak yang saat ini terjun bebas, menjadikan nilai ekonomis blok D Alpha ‎sangat minim.

"Di sini harusnya pemerintah dan Pertamina duduk bersama, insentif-insentif apa yang bisa diberikan sehingga bisa ekonomis lagi," tegas dia.

Dengan pengembangan wilayah perairan Natuna itu, menurut Haposan, sebagai wujud bagi negara lain, termasuk Tiongkok bahwa wilayah itu milik Indonesia dan tidak bisa diganggu gugat.

"Pengembangan blok Natuna itu sekitar 10 tahun, jadi kalau dikembangkan, di sana akan ada aktivitas, jadi ramai, Indonesia eksis di situ," tutup dia. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya