Ini Alasan Kapal Asing Jadi Pilihan Importir Angkut Produk RI

Bank Indonesia (BI) menyatakan defisit neraca jasa Indonesia 80 persen disumbang oleh sektor maritim.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Agu 2016, 08:16 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2016, 08:16 WIB
20151022-Bongkar Muat Peti Kemas-Jakarta
Suasana bongkar muat peti kemas di JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (22/10/2015). Mendag Thomas T. Lembong memproyeksikan, kinerja ekspor hingga akhir tahun akan turun 14% dan impor turun 17% secara year on year. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Batam - Bank Indonesia (BI) menyatakan defisit neraca jasa Indonesia 80 persen disumbang oleh sektor maritim. Salah satunya disebabkan oleh porsi sewa kapal asing yang besar untuk kebutuhan ekspor komoditi Indonesia.

Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter BI Juda Agung‎ mengatakan, banyaknya penggunaan kapal asing untuk ekspor komoditas Indonesia karena proses pengirimannya ditentukan oleh para importir di negara tujuan. Importir tersebut lebih memilih untuk menggunakan kapal asing karena dinilai lebih efisien.

"Kenapa gunakan kapal asing? Ekspor kita pun ke luar negeri kenapa tidak pakai domestik? Karena kita pasif seller, bukan kita yang menjajakan. Tapi importir yang mencari barang kita sehingga mereka mencari kapalnya yang murah efisien logistik bagus, maka gunakan kapal asing‎," ujar dia di Batam, Kepulauan Riau, seperti ditulis Jumat (12/8/2016).

Dia mengungkapkan, sebenarnya dengan ada asas cabotage yang diterapkan sejak 2008, penggunaan kapal asing berkurang. Namun biasanya proses pemindahan komoditi ekspor ini dilakukan di Selat Malaka atau di Singapura. "Memang di wilayah Indonesia gunakan kapal tapi transhipment-nya di Selat Malaka, di Singapura," kata dia.

Juda menyatakan, agar transhipment ini bisa dilakukan di Indonesia, maka pemerintah harus secara serius mengembangkan wilayah Batam. Pasalnya Batam punya potensi besar untuk menyaingi Singapura sebagai tempat favorit transhipment kapal asing.

"Batam ini bisa dikembangkan untuk transhipment, bisa menjadi pelabuhan besar yang bisa jadi gate Indonesia. Tapi sekarang pelabuhan-pelabuhan kurang dalam lautnya, sehingga kapal besar tidak bisa merapat. Pelabuhan kita hanya di bawah 10 meter, sedangkan Singapura sudah mencapai 15 meter," tandas dia.

Sebelumnya, BI menyatakan defisit neraca jasa Indonesia banyak disebabkan oleh sektor maritim. Bahkan sektor ini menyumbang 80 persen defisit tersebut. 

Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter Yudha Agung‎ mengungkapkan, pada 2013 neraca jasa Indonesia mengalami defisit US$ 13 juta. Sedangkan pada 2015, meski telah menurun namun masih terhitung tinggi yaitu US$ 8,3 juta. "Defisit neraca jasa 80 persen disumbang dari sektor maritim," ujar dia.

Ada beberapa hal yang menyebabkan defisit ini begitu besar‎. Terbesar yaitu sewa kapal asing yang menyumbang defisit hingga 40 persen. ‎"Kemudian leasing kapal asing, asuransi kapal gunakan asuransi asing, sewa crane dan lain-lain," kata dia.

Yudha ‎juga menyatakan, sulit untuk memperbaiki defisit neraca jasa ini. Meski demikian diharapkan ke depannya defisit ini bisa berkurang. "Defisit sudah berlangsung bertahun-tahun. Bagaimana meng-address supaya neraca jasa berkurang. Sulit untuk surplus, tapi paling tidak bisa berkurang," ‎tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya