Tarif Pajak Penghasilan Bangunan Turun Dongkrak Sektor Properti

Ketua DPP REI Eddy Hussy juga mengatakan kalau pertumbuhan penjualan properti terbantu dari dana repatriasi hasil tax amnesty.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Agu 2016, 16:05 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2016, 16:05 WIB
20150917-Pameran-property-2015-Jakarta
Seorang sales berbincang dengan pengunjung saat pameran Property Week 2015 di Jakarta, Kamis (17/9/2015). 140 pengembang mengisi pameran tersebut dan di harapkan dapat mengembalikan dinamisme industri properti di dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) menyambut baik kebijakan pemerintah ‎yang menurunkan pajak penghasilan (PPh) final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari lima persen menjadi 2,5 persen dari nilai transaksi yang diterima penjual.

Ketua DPP REI Eddy Hussy mengatakan, penurunan PPh final ini menjadi harapan bagi para pelaku bisnis properti untuk meningkatkan penjualan unit propertinya pada 2016.

"Kami menyambut baik penurunan PPh final ini ke 2,5 persen.‎ Dengan ini, sektor properti mempunyai prospek yang baik ke depan. Karena penurunan PPh ini sangat dirasakan dalam penjualan properti," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (13/8/2016).

Eddy mengungkapkan, pertumbuhan penjualan properti ini juga dibantu masuknya dana repatriasi dari program pengampunan pajak (tax amnesty) yang digulirkan oleh pemerintah sejak Juli lalu.

"Apalagi dengan adanya PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 122 tahun 2016 memperjelas penempatan dana repatriasi bisa masuk ke sektor properti, ini saling nyambung. Dengan kondisi saat ini yang mengalami perlambatan, dan  dengan adanya kebijakan ini menjadi kesempatan untuk peluang mendorong pertumbuhan properti," kata dia.

Eddy memperkirakan, efek dari penurunan PPh final tersebut terhadap sektor properti akan terasa pada tahun ini. Sedangkan efek dari dana repatriasi baru akan terasa pada awal tahun depan.

"Dampak dari PPh ini akan terasa di tahun ini. Kalau repatriasi kemungkinan akhir tahun ini atau awal tahun depan.‎ Target pertumbuhan properti tahun ini 10 persen, sekarang baru 3 persen-4 persen. Dengan adanya dua hal ini, saya optimis targetnya bisa tercapai. Bahkan dengan repatriasi bisa lebih dari 10 persen," ujar dia.

Pemerintah memangkas pajak penghasilan final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan. Selain itu juga perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan atau bangunan beserta perubahannya.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Agustus 2016.

Dalam PP tersebut, ada penurunan  tarif pajak penghasilan (PPh) final. Tarif baru atas pajak penghasilan dari transaksi atas tanah dan bangunan dengan akta jual beli (AJB) dan akta pengalihan hak lainnya atau perjanjian jual beli (PPJB).

Pertama, untuk obyek non rumah sederhana dan rumah susun sederhana (RSS) oleh pengembang maka PPh penjual 2,5 persen dari nilai transaksi. Sebelumnya PPh tersebut lima persen.

Kedua, tarif satu persen untuk rumah sederhana dan rumah susun sederhana dari nilai transaksi. Ketiga, nol persen untuk transaksi tanah dan bangunan kepada pemerintah. Adapun berlakunya PP tersebut mulai 8 September 2016.

"PPh final diturunkan dari lima persen menjadi 2,5 persen. Dasar pengenaannya bukan dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tapi dari nilai transaksi yaitu nilai yang diterima atau seharusnya diterima oleh penjual. Itu PPh final yang dikenakan kepada penjual bukan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah)," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama . (Dny/Ahm)

 

 

***

EVENT SPESIAL PESTA BEAT LIVE STREAMING 8 KOTA

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya