Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera melakukan percepatan sertifikasi tanah untuk seluruh wilayah di DKI Jakarta.
Kesepakatan ini dilakukan bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk mensertifikasi 20,64 persen atau sekitar 292.655 bidang tanah yang belum terdaftar ataupun memiliki sertifikat.
"Ini merupakan quick win. Pilot project ini dilakukan di Jakarta, Surabaya dan Batam. Nantinya akan dilakukan di seluruh Indonesia," ujar Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, seperti dikutip dari laman website BPN, Sabtu (13/8/2016).
Ia menuturkan, sertifikat akan memberikan kepastian hukum, mengurangi sengketa/konflik dan memudahkan investasi. Setiap bidang tanah akan diukur dengan detail dari luas dan batasnya, dipastikan pemiliknya hingga kesesuaian peruntukkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Baca Juga
Dari 20,64 persen wilayah yang belum memiliki sertifikat di wilayah DKI Jakarta, sebagian besar terdapat di Jakarta Timur yakni sekitar 119.527 bidang tana, Jakarta Selatan sekitar 50.207 bidang tanah, Jakarta Utara-Kepulauan Seribu sekitar 49.326 bidang tanah, Jakarta Pusat sekitar 38.886, dan Jakarta Barat sekitar 34.709 bidang tanah.
Sofyan mengatakan, proses sertifikasi akan diprioritaskan bagi aset pemerintah DKI Jakarta, tanah milik Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dan lokasi perniagaan, perdagangan atau pergudangan yang akan mendukung kemudahan dan percepatan investasi.
Untuk mempercepat proses sertifikasi juga akan dilibatkan tenaga ukur swasta yang telah memiliki sertifikasi dan tersumpah oleh Kementerian ATR/BPN. "Selama ini pengukuran dilakukan oleh BPN, dengan tenaga swasta, keterbatasan juru ukur akan terselesaikan," tutur Sofyan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama mendukung penuh langkah percepatan sertifikasi ini. Pihaknya juga berkomitmen membebaskan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) khusus untuk bidang tanah Rp 2 miliar ke bawah.
"Ini azas keadilan, selama ini orang yang hidup di bawah garis UMP (upah minimum provinsi) tidak mampu membuat sertifikat karena harus membayar 5 persen dari nilai aset (tanah dan bagunan). Jadi untuk di bawah 2 miliar BPHTB kita nolkan sehingga hanya tinggal membayar sekitar Rp 300 ribu untuk sertifikat," kata dia.
Sertifikasi akan memetakan wilayah perkelurahan untuk menselaraskan data yang selama ini digunakan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Basuki menuturkan dengan ada integrasi peta antara peta yang digunakan di kantor BPN dan Pemprov maka tidak akan lagi kendala di lapangan.
"Jika tata ruang bisa sinkron, tidak terjadi lagi orang kaget ada wilayah komersial jadi jalur hijau," ujar dia.
Sofyan menuturkan, sumber pembiayaan sertifikasi tanah dapat menggunakan anggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), pihak swasta dengan pola tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) serta melibatkan partisipasi swadaya masyarakat melalui pola sertifikasi massal swadaya dan bekerja sama dengan bank.
"Diperlukan peran serta Pemerintah Daerah, swasta dan peran serta aktif masyarakat untuk selesaikan proses sertifikasi," kata Sofyan. (Ahm/Ndw)
Advertisement