Liputan6.com, Jakarta - ‎Komisi XI DPR meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengkaji ulang pemotongan anggaran tunjangan profesi guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) sebesar Rp 23,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Pasalnya, banyak guru daerah yang belum memperoleh tunjangan profesi selama berbulan-bulan.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun mengatakan kerap mendapat keluhan dari para guru di daerah pemilihannya di ‎Probolinggo dan Pasuruan, Jawa Timur (Jatim). Guru ini mengaku, belum mendapatkan tunjangan profesi sejak Januari-Juni 2016.
Baca Juga
"Di Dapil, banyak guru bertemu saya sambil menangis karena sudah kerja sejak Januari-Juni sampai sekarang belum dibayar. Itu gurunya benar ada lho, bukan guru yang tidak ada orangnya, tapi tunjangan mereka belum dibayar," tutur Misbakhun di Jakarta, Senin (29/8/2016).
Advertisement
Ia mendesak Sri Mulyani untuk mendalami data seputar jumlah guru di daerah yang telah memperoleh sertifikasi sehingga berhak mendapatkan tunjangan profesi.
"Kalau Bu Sri Mulyani dapat informasi bahwa Rp 23 triliun belum ada gurunya dan sifatnya pembengkakan, mulai deh didalami. Karena fakta di lapangan ada. Profesi guru harus menjadi concern, sebab di APBN anggaran pendidikan harus 20 persen," pinta Misbakhun.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR lain dari Fraksi Nasional Demokrasi (Nasdem) Johny G Plate menambahkan, permasalahan guru selama ini yang berlangsung terus menerus, adalah persoalan sertifikat dan gaji terlambat.
"This is the real problem. Karena guru yang jadi garda terdepan‎ justru mengalami kesulitan. Kalau anggaran Rp 23 triliun dipotong atau ditunda pencairannya oleh pemerintah pusat, pasti guru di seluruh Indonesia ribut semua, jadi perlu di-address lebih tepat," kata Johny.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memotong anggaran untuk tunjangan profesi guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) sebesar Rp 23,3 triliun di APBN Perubahan 2016. Pemangkasan anggaran tersebut masuk dalam program penghematan transfer daerah sebesar Rp 70,1 triliun.
"Tunjangan profesi guru PNSD dihemat Rp 23,3 triliun karena overbudgeting. Gurunya tidak ada atau gurunya ada tapi tidak bersertifikat, sehingga tidak bisa diberikan tunjangan itu. Kan syarat dapat tunjangan guru yang bersertifikat," jelasnya.
Diakui Sri Mulyani, pemotongan anggaran tunjangan profesi guru PNSD ini karena penurunan jumlah guru bersertifikat yang berhak memperoleh tunjangan ini dari 1,3 juta orang menjadi 1,2 juta orang karena pensiun.
Adanya sisa tunjangan profesi guru tahun 2015 di rekening kas umum daerah Rp 19,6 triliun yang harus diperhitungkan dalam penyaluran tunjangan di 2016.
"Kita juga menghemat tambahan penghasilan guru (Tamsil) PNSD Rp 209,1 miliar karena adanya sisa dana Tamsil di kas daerah yang harus diperhitungkan dalam penyaluran dana Tamsil 2016," ujar Sri Mulyani.
Untuk diketahui, pemotongan anggaran tunjangan profesi guru PNSD dan tambahan penghasilan guru PNSD masuk dalam penghematan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik sebesar Rp 23,7 triliun di APBN-P 2016.
Tunjangan profesi guru PNSD dipotong Rp 23,3 triliun yang merupakan selisih pagu anggaran di APBN-P 2016 Rp 69,7 triliun, sementara di progonosis pagunya hanya butuh Rp 46,4 triliun.
Sedangkan dana tambahan penghasilan guru PNSD dipangkas Rp 209,1 miliar yang merupakan selisih dari Rp 1 triliun di pagu APBN-P dengan progonosis yang lebih rendah Rp 811,4 miliar.
"Penghematan anggaran ini bisa menjadi pelajaran bagi daerah untuk perencanaan lebih baik," harap Sri Mulyani.