Dirjen Pajak Yakin Bisa Penuhi Target Tebusan Tax Amnesty

Banyak kalangan, termasuk pengusaha pesimistis terhadap target pencapaian uang tebusan Rp 165 triliun dalam program pengampunan pajak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Sep 2016, 15:00 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2016, 15:00 WIB
20160801-Presiden Jokowi Sosialisasikan Masalah Tax Amnesty
(ki-ka) Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengikuti Sosialisasi Amnesti Pajak (Tax Amnesty) di Jakarta, Senin (1/8). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak kalangan, termasuk pengusaha bahkan Ketua Tim Ahli Wakil Presiden (Wapres), Sofjan Wanandi pesimistis terhadap target pencapaian uang tebusan Rp 165 triliun dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty. Namun Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tetap optimistis mampu meraup target nasional yang telah disepakati.

"Kami punya data-data yang menjadi dasar perhitungan Rp 165 triliun. Jadi itu bukan angka yang datang dari langit, melainkan berdasarkan asumsi dan proyeksi bahwa angka itu bisa masuk. Kami yakin masih bisa dicapai," ucap Kepala Kanwil Ditjen Pajak WP Besar, Mekar Satria Utama di kantornya, Jakarta, Minggu (4/9/2016).

Mekar optimistis Kanwil Ditjen Pajak WP Besar mampu mengumpulkan Rp 50 triliun atau 30 persen dari target nasional Rp 165 triliun.

"Kami tunggu karena target itu buat gambaran buat teman-teman dalam bekerja. Tapi 30 persen itu bukan target dari kantor pusat, kami hanya ingin berkontribusi secara nasional. Ini target yang kita coba kejar sampai akhir tahun," tegas Mekar.

Strategi utamanya dengan aktif melakukan sosialisasi dan jemput bola mendatangi kantor WP Orang Pribadi maupun grup perusahaan.

Hingga saat ini, sambungnya, Kanwil Ditjen Pajak WP Besar sudah 500 WP besar prioritas, seperti perusahaan-perusahaan besar yang memiliki banyak karyawan contohnya grup perusahaan otomotif, perkebunan, perbankan yakni Bank Mandiri, Bank BCA, Bank BRI, CIMB Niaga, dan lainnya.

"Belum ada satupun yang saya dengar tidak mau ikut tax amnesty. Makanya kami selalu sosialisasikan bahwa kami kasih kesempatan 3 kali di tiga periode, jadi kalau sudah mendapatkan sebagian besar data 80-90 persen, disegerakan saja jangan sia-siakan periode pertama tarif rendah," papar Mekar.

Di samping itu, lebih jauh katanya, Ditjen Pajak telah membentuk Satgas khusus menangani WP besar, khususnya di kantor pusat. Sementara di Kanwil dan KPP, pembentukan Satgas menyusul untuk proses memudahkan pendaftaran tax amnesty bagi para WP yang berpenghasilan tinggi dan memiliki aset di luar negeri.

"Tapi lebih baik kita datang langsung ke lokasi mereka dan menjelaskan. Biasanya WP agak risih kalau dia diskusi ada orang lain, jadi kita mau WP senyaman mungkin, termasuk one on one, kita siap," terangnya.

Mekar optimistis dengan target Rp 165 triliun karena diperkirakan akan banyak pengusaha besar ikut tax amnesty sampai dengan 31 Maret 2017, meskipun paling banyak mengejar di periode pertama tax amnesty demi tarif tebusan yang lebih rendah.

"Tidak juga kalau dibilang periode kedua dan ketiga tax amnesty akan melambat. Kan masih ada UMKM yang tarifnya sampai periode terakhir tidak berubah, jadi pasti UMKM bisa mendaftar tidak harus di September ini," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi memprediksi bahwa target uang tebusan untuk penerimaan pajak Rp 165 triliun tidak akan tercapai. Paling banter, pengusaha Grup Gemala yang membawahi PT Yuasa Battery ini memproyeksikan Rp 60 triliun bisa terkumpul.

"Dapat Rp 60 triliun saja sudah bagus, karena dari dulu saya bilang target Rp 165 triliun ketinggian, tapi Kemenkeu ngotot. Kan tax amnesty bukan untuk menutup APBN tapi memperbesar basis pajak supaya di tahun-tahun mendatang, penerimaan pajak lebih besar," terangnya.

Terkait repatriasi harta, kata Sofjan, dapat digunakan untuk menggerakkan sektor perekonomian Indonesia, terutama membangun infrastruktur. Tujuan akhirnya, mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya