Rupiah Kembali Menguat, Sempat Sentuh Level 13.169 per Dolar AS

Dolar AS memang melemah terhadap beberapa mata uang dunia, termasuk terhadap rupiah.

oleh Arthur Gideon diperbarui 05 Sep 2016, 11:39 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2016, 11:39 WIB
20150923-Dollar-Naik-Jakarta
Petugas memperlihatkan uang pecahan US$100 dan rupiah di pusat penukaran uang, Jakarta, Rabu (23/9/2015). Pada perdagangan pagi hingga siang ini, rupiah terus bergerak di kisaran 14.577 per dolar AS hingga 14.658 per dolar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat di awal pekan ini. Ekspektasi bahwa Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) belum akan menaikkan suku bunga di bulan ini menjadi pendorong penguatan rupiah.

Mengutip Bloomberg, Senin (5/9/2016), rupiah dibuka di angka 13.223 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.247 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.169 per dolar AS hingga 13.235 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah mampu menguat 4,35 persen.

Sementara itu, berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.197 per dolar AS. Menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 13.261 per dolar AS.

Dolar AS memang melemah terhadap beberapa mata uang dunia termasuk juga terhadap rupiah. Pendorong pelemahan dolar AS adalah penurunan ekspektasi dari pelaku pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga di bulan ini setelah keluarnya data tenaga kerja.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan jika nonfarm payrolls hanya naik 151 ribu pada Agustus. Di bawah kenaikan bulan sebelumnya atau pada Juli yang sebesar 275 ribu. Selain itu juga terjadi PHK di sektor manufaktur dan konstruksi.

Kemudian pelaku pasar juga memangkas probabilitas kenaikan suku bunga The Fed pada bulan ini menjadi 21 persen dari 24 persen. Namun, peluang kenaikan tarif pada Desember naik tipis menjadi 54,2 persen dari 53,6 persen.

"Data nonfarm payrolls yang mengecewakan mengurangi risiko atau membuat penundaan kenaikan suku bunga The Fed yang semula diharapkan pada September," jelas Analis Senior Mata Uang Commonwealth Bank of Australia, Elias Haddad.

Dengan penundaan rencana kenaikan suku bunga tersebut membuat pelaku pasar kembali memburu aset-aset berisiko termasuk rupiah atau saham dan obligasi yang diterbitkan di Indonesia. Hal tersebut mendorong penguatan rupiah.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, peluang Fed rate naik pada September ini gagal dikonfirmasi. Keinginan para pejabat The Fed, termasuk Janet Yellen untuk menaikkan Fed rate dalam tiga minggu terakhir ternyata gagal dikonfirmasi oleh data serapan tenaga kerja non-pertanian yang ternyata di bawah pencapaian bulan sebelumnya dan juga di bawah harapan pasar.

Rupiah yang sudah menguat tipis pada Jumat kemarin berpeluang melanjutkan penguatan melihat data serapan tenaga kerja AS yang belum solid.

"Pencapaian uang tebusan tax amnesty, yang disertai usaha pemerintah mengundang pengusaha besar untuk ikut serta, berpeluang memberikan tambahan sentimen positif untuk rupiah," jelas dia. (Gdn/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya