Luhut Sebut Sektor Energi RI Salah Urus

Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan masalah tumpang tindih sektor energi merupakan bentuk kesalahan manajemen.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Sep 2016, 11:57 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2016, 11:57 WIB
Pelaksana tugas Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan
Pelaksana tugas Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana tugas Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, selama ini sektor energi mengalami salah urus, sehingga menghasilkan banyak masalah.

Luhut mengatakan, masalah yang tumpang tindih pada sektor energi merupakan bentuk kesalahan manajemen pengelolaan sektor energi selama ini. Karena itu harus ada pembenahan tata kelola.

"Selama ini kita miss management. Salah urus saja semua. Terlalu banyak tumpang tindih," kata Luhut, dalam ‎Forum Ketahanan Energi Nasional, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (8/9/2016).

Luhut menyebutkan,‎ masalah tumpang tindih yang muncul di antaranya adalah penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010.

Ada peraturan tersebut justru memberatkan karena terdapat pungutan pajak dalam kegiatan  pencarian kandungan minyak dan gas (migas) sebelum produksi (eksplorasi), sehingga minat investasi pada kegiatan tersebut menjadi lesu.

‎"Misalnya PP 79, orang tidak mau eksplorasi di Indonesia. Belum apa apa sudah dipajaki dan tidak memberikan insentif kepada orang yang melakukan eksplorasi," tutur Luhut.

Luhut menuturkan, dampak dari minim kegiatan eksplorasi saat ini sudah terbukti dengan hanya ada 3,6 miliar barel cadangan minyak. Padahal masih banyak potensi yang bisa didapat.

"Data yang ada kita cuma menguasai 3,6 miliar barel cadangan minyak kita. Padahal kalau dilihat potensi kita untuk laut dalam itu potensinya sangat besar miliaran barel dan gas juga begitu," ujar Luhut.

Luhut melanjutkan, masalah lain adalah harga gas. Saat ini harga gas Indonesia lebih mahal dari Singapura, China‎ dan Korea Selatan padahal gasnya didatangkan dari impor. Karena itu pemerintah sedang mencari solusi untuk menurunkan harga gas. Pilihannya mengurangi pendapatan negara dari proses jual beli gas di hulu.

Luhut mengungkapkan, meski pendapatan negara akan berkurang dari proses tersebut, tetapi akan menimbulkan efek berganda atas penurunan harga gas, sehingga pendapatan negara akan meningkat dari sisi lain.

"Kalau mau multiplier efek kita mau kurangin di sini sehingga di ujungnya itu 4, 5, 6 dolar  Amerika Serikat. Sehingga industri kertas dan pupuk kita punya nilai tambah, lapangan kerja keahlian semuanya," tutur Luhut. (Pew/Ahm)



* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya