Tanpa Perpu, Periode Tax Amnesty Bisa Lebih Panjang

Periode pertama program pengampunan pajak (tax amnesty) dengan tarif tebusan termurah 2 persen akan segera berakhir.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Sep 2016, 08:19 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2016, 08:19 WIB
20160801-Presiden Jokowi Sosialisasikan Masalah Tax Amnesty
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat Sosialisasi Amnesti Pajak (Tax Amnesty) di Jakarta, Senin (1/8). Jokowi menyampaikan bahwa ada saluran khusus (hotline) bagi aduan dan keluhan pelayanan tax amnesty. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Periode pertama program pengampunan pajak (tax amnesty) dengan tarif tebusan termurah 2 persen akan segera berakhir. Para pengusaha meminta kepada pemerintah untuk memperpanjang periode tersebut tanpa perlu menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu).

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani mengatakan, waktu tiga bulan, yakni Juli-September jauh dari kata cukup untuk mengonsolidasi ribuan aset para pengusaha besar. Apalagi pada Juli lalu, waktunya habis terpakai untuk menggelar sosialisasi, penerbitan aturan pelaksana tax amnesty.

"Tidak gampang konsolidasi perusahaan, di laporan keuangan kan harus balance ketika kita melaporkan aset. Itu baru satu aset, kalau punya ratusan sampai ribuan aset, bagaimana. Ada satu konglomerat punya 1.000 aset," jelasnya di Jakarta, Rabu (21/9/2016).

Bahkan Rosan mengakui menggunakan jasa konsultan pajak untuk memasukkan seluruh aset ataupun hartanya dalam rangka ikut pengampunan pajak. Rencananya Pendiri Recapital Group ini akan melaksanakan pengampunan pajak pada 27 September 2016.

"Saya sudah hire konsultan pajak, pokoknya selesaikan sebelum 27 September," tegasnya.

Oleh karena itu, menurut Rosan, pengusaha meminta perpanjangan periode pertama dengan tarif 2 persen sampai dengan Desember 2016. Katanya, kebijakan ini bisa dilakukan tanpa menerbitkan Perppu.

"Karena banyak yang belum selesai konsolidasi, perpanjang tarif tebusan 2 persen sampai Desember. Jadi cuma masalah administrasi saja, sehingga tidak perlu ubah UU," ujar Rosan.

Teknisnya, dijelaskan Rosan, pengusaha sudah mendaftar ingin ikut tax amnesty, membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak sebelum September 2016. Namun untuk administrasi menyusul karena harus konsolidasi terlebih dahulu.

"Jadi kita sudah daftar tax amnesty, bayar uang tebusan sebelum akhir September. Nah kalau administrasi laporan harta diberikan menyusul di periode Oktober-Desember, tetap dikenakan tarif 2 persen. Ini artinya cuma masalah administrasi sehingga tidak perlu ubah UU," jelasnya.

Menurut Rosan, kebijakan ikut tax amnesty boleh dilakukan tiga kali sangat tidak efektif. Alasannya, pengusaha tetap harus membayar tarif tebusan lebih mahal di periode kedua dan ketiga.

"Namanya juga pengusaha kalau dikenakan tebusan 3 persen atau 6 persen di periode kedua kan lumayan besar. Dengan memperpanjang periode pungutan tarif 2 persen, pasti realisasi tax amnesty meningkat signifikan," terang Rosan.

Dalam hal ini, Rosan mengaku sudah berkoordinasi dengan Wakil Menteri Keuangan maupun Direktorat Jenderal Pajak untuk ditindaklanjuti. "Tapi ya tidak tahu bagaimana hasilnya," katanya.

Petisi

Muncul Petisi

Pengamat Perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menyampaikan sebuah petisi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai permohonan memperpanjang periode pertama tax amnesty dengan tarif tebusan 2 persen.

Petisi ini ditumpahkan di laman change.org dengan isi sebagai berikut:

Program Pengampunan Pajak telah diberlakukan sejak 1 Juli 2016 melalui UU No. 11 Tahun 2016. Pemerintah berketetapan memberikan amnesti pajak demi mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi, peningkatan likuiditas, perluasan basis pajak, dan melanjutkan reformasi perpajakan yang menyeluruh.

Kita ketahui program ini membutuhkan sosialisasi yang tidak mudah dan peraturan teknis yang diterbitkan hingga akhir Agustus 2016, sehingga memangkas waktu dan kesempatan yang dimiliki para wajib pajak yang sangat antusias untuk mengikuti program ini.

Kini waktu semakin sempit, hanya tersisa 10 hari hingga berakhirnya periode I di 30 September 2016, di mana wajib pajak dapat menikmati tarif terendah. Namun pemahaman yang terlambat, kebutuhan waktu memantapkan hati, dan persiapan yang tidak mudah berpotensi merenggut hak wajib pajak untuk dapat ikut amnesti pajak di Periode I. Tentu saja dapat kita bayangkan dampak dan akibat dari hilangnya kesempatan ini.

Wajib Pajak berpotensi mendapat perlakuan tidak adil akibat kesempatan dan perlakuan yang tidak sama, terlebih yang baru beberapa waktu terakhir mengerti program ini. Beban warganegara juga akan semakin berat karena begitu memasuki Periode II, tarif uang tebusan akan meningkat 50 persen dari periode I.

Ini selain memberatkan juga akan berdampak pada rendahnya partisipasi yang pada gilirannya mengakibatkan target, sasaran, dan tujuan program amnesti pajak tidak tercapai.

Melalui perpanjangan Periode I, Ditjen Pajak juga berkesempatan mempersiapkan diri dengan lebih baik, termasuk menyempurnakan aturan teknis, menyederhanakan formulir, prosedur, sistem teknologi untuk administrasi, dan tidak perlu memperpanjang jam kerja karena waktu pelayanan yang lebih panjang.

Untuk itu, kami mohon Presiden Jokowi mendengarkan aspirasi rakyat yang berharap perpanjangan Periode I hingga akhir November 2016, demi memberi kesempatan yang sama dan membuka peluang program ini mencapai hasil optimal.

Presiden segera menerbitkan Perppu sebelum berakhirnya Periode I, demi suksesnya amnesti pajak sebagai jembatan menuju sistem perpajakan yang lebih adil dan bersendikan gotong royong demi kemandirian bangsa.

Petisi ini akan dikirim kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. (Fik/Gdn)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya