JBIC: Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Layak Dibangun

Pemerintah Indonesia meminta Jepang untuk membantu membangun kereta semicepat untuk rute Jakarta-Surabaya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Okt 2016, 17:01 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2016, 17:01 WIB
20160326-Warga Jepang Sambut Meriah Kereta Peluru Shinkansen Super Cepat
Warga saat menyambut dengan meriah kereta peluru Shinkansen tujuan Shin-hakodate-Hokuto di stasiun Tokyo, Sabtu (26/3). Dengan adanya jalur baru kereta supercepat ini perjalanan Tokyo-Hokkaido ditempuh hanya selama 4 jam 2 menit. (JIJI PRESS / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia meminta Jepang membantu membangun kereta semicepat untuk rute Jakarta-Surabaya. Proyek ini dinilai Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sangat layak dibangun karena berbeda dengan kereta cepat Jakarta-Bandung yang digarap Tiongkok.

CEO dan Executive Managing Director JBIC, Tadashi Maeda usai Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Indonesia-JBIC berpendapat, kereta cepat Jakarta-Bandung tidak visible atau layak karena alasan jarak tempuh yang singkat. Sementara kecepatan kereta tersebut mencapai 300 kilometer (km) per jam.

"Secara pribadi, kalau proyek kereta cepat Jakarta-Bandung 300 km per jam perlu atau tidak karena jaraknya hanya 150 km. Di antara 150 km ada delapan stasiun, jadi apa perlu yang cepat-cepat seperti itu," katanya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (20/10/2016).

Sementara kereta semicepat atau sedang, diakui Maeda, sangat cocok dibangun di Indonesia, khususnya rute Jakarta-Surabaya dengan kecepatan 180-200 km per jam. Dengan waktu tempuh sekitar 4 jam, proyek kereta cepat dianggap layak digarap untuk rute tersebut.

"Kalau kereta semicepat Jakarta-Surbaya jaraknya 800 km. Jadi sebetulnya penumpang memilih kereta atau pesawat batasnya 4 jam. Kalau lebih dari itu jarak tempuhnya, biasanya orang akan memilih pesawat. Kebetulan 800 Km pas harus 4 jam, jadi bagi penumpang kereta itu dimungkinkan, maka proyek ini sangat cocok," ia menerangkan.

Lebih jauh, kata Maeda, proyek kereta semicepat baru akan dilakukan studi kelayakan (feasibility study/FS). Menurutnya, jalur kereta yang sudah ada harus diperbaiki, termasuk soal persimpangan yang kerap dilewati orang maupun kendaraan.

"Kami baru mengetahui jalurnya memanfaatkan yang ada dan perlu direhabilitasi. Kereta cepat tapi tidak cepat, mungkin kecepatannya menengah 180-200 km dari yang seharusnya 320 km per jam. Di beberapa titik ada persimpangan, dan kereta cepat tidak boleh ada persimpangan dengan kendaraan sehingga harus ada studi kelayakan. Ini yang baru kami akan lakukan," jelas Maeda. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya