Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah cukup dalam pada Senin pekan ini. Sentimen dari luar menjadi pendorong pelemahan rupiah.
Mengutip Bloomberg, Senin (7/11/2016), rupiah dibuka di angka 13.105 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.068 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.077 per dolar AS hingga 13.117 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah masih mampu menguat 4,98 persen.
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Date (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.082 per dolar AS. Patokan pada hari ini menguat jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 13.108 per dolar AS.
Pelemahan rupiah kali ini karena adanya sentimen yang cukup besar dari luar negeri. Indeks dolar AS menguat tinggi setelah FBI menyatakan bahwa calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton tidak bersalah.
Direktur FBI James Comey mengatakan, pihaknya sedang menginvestigasi temuan baru soal penggunaan server pribadi dalam pengiriman e-mail mantan Menteri Luar Negeri AS itu.
Namun, Comey mengatakan meski ada temuan anyar, pihaknya tidak akan mengubah pendapatnya, yakni Hillary Clinton seharusnya tidak menghadapi tuntutan hukum.
"Berdasarkan penilaian kami, FBI tidak akan mengubah kesimpulan yang telah kami sampaikan pada Juli lalu," kata Comey dalam sebuah surat pernyataan untuk Kongres.
Pernyataan dari direktur lembaga tersebut mendorong penguatan dolar AS karena memberikan peluang Clinton akan memenangkan pemilu dan memberikan kejelasan kepada ekonomi AS.
Semulai pasar agak terganggu dengan isu tersebut. Napi sekarang reaksi pasar tampaknya cukup positif," jelas analis Pioneer Investments, Boston, AS, Paresh Upadhyaya.
Ekonomi PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan, rupiah telah melemah sejak pekan lalu karena kekhawatiran demonstrasi yang bisa berujung kerusuhan. (Gdn/Ndw)