Perancis Batalkan Pajak Progresif, Ekspor CPO RI Bakal Bergairah

Pemerintah Indonesia tengah giat mendorong perluasan pasar ekspor produk industri agro ke negara-negara Uni Eropa.

oleh Nurmayanti diperbarui 10 Nov 2016, 16:00 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2016, 16:00 WIB
Pemerintah Indonesia tengah giat mendorong perluasan pasar ekspor produk industri agro ke negara-negara Uni Eropa.
Pemerintah Indonesia tengah giat mendorong perluasan pasar ekspor produk industri agro ke negara-negara Uni Eropa.

Liputan6.com, Jakarta Parlemen Perancis membatalkan pemberlakuan pajak progresif untuk CPO Indonesia. Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto meyakini keputusan tersebut akan mendorong kinerja ekspor industri minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam negeri.

Pemerintah pun menindaklanjuti keputusan tersebut dengan sosialisasi dan diseminasi, khususnya tentang capaian positif produk sawit Indonesia.

Menurut Menperin, sosialisasi ini perlu dilakukan secara komprehensif dan koordinatif dengan seluruh stakeholders dengan strategi kampanye yang spesifik dan menyasar target yang tepat.

Perlu diketahui, parlemen Perancis (Assemble Nationale) akhirnya memperkuat keputusan Senat untuk menghapus pajak progresif yang rencananya berlaku pada minyak sawit dalam draft RUU Biodiversity Perancis.

Keputusan penghapusan ini ditetapkan pada 20 Juli 2016 setelah melalui beberapa kali pembahasan intensif dan pemungutan suara di Senat dan Parlemen.

Sebelumnya, pajak progresif dikenakan sebesar 300 euro per ton pada 2017, 500 euro per ton 2018, 700 euro per ton di 2019 dan 900 euro per ton tahun 2020.

Namun melalui negosiasi, pengenaan pajak progresif menjadi 30 euro per ton pada 2017, 50 euro per ton di 2018, 70 euro per ton pada 2019 dan 90 euro per ton pada 2020. Akhirnya, pajak progresif ini dihapuskan.

Setelah enam bulan penerapan Undang-Undang Biodiversity pada 1 Januari 2017, pemerintah Perancis akan menyusun kebijakan fiskal yang lebih sederhana dan harmonis.

Kebijakan ini dibuat bersifat nondiskriminatif dengan mencakup seluruh jenis minyak nabati yang beredar di Perancis dan mengedepankan prinsip-prinsip berkelanjutan.

Airlangga menyampaikan, Perancis merupakan negara yang sangat memperhatikan aspek ramah lingkungan pada produksi minyak sawit, termasuk untuk tidak memberikan kontribusi terhadap deforestasi dan perubahan iklim.

“Untuk itu, kami melakukan sinkronisasi agar ekspor CPO kita dapat meningkat dan berjalan lancar ke Perancis,” tuturnya.

Apalagi, lanjut Airlangga, pemerintah Indonesia tengah giat mendorong perluasan pasar ekspor produk industri agro ke negara-negara Uni Eropa. Untuk CPO dan turunannya, volume ekspor Indonesia ke dunia sekitar 21-22 juta ton, ke Uni Eropa sekitar 3,4-4 juta ton, sedangkan ke Perancis sekitar 50 ribu- 150 ribu ton per tahun.

Sementara produksi CPO dan turunannya di Indonesia mencapai 32,5 juta ton pada 2015 atau naik 3 persen dibandingkan total produksi tahun 2014 sebesar 31,5 juta ton.

Di sisi lain, Indonesia dan Malaysia sebagai produsen CPO terbesar di dunia telah menginisiasi kerja sama di bidang ekonomi melalui pembentukan lembaga persatuan negara penghasil minyak kelapa sawit atau Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC).

Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, lembaga ini akan fokus membuat standardisasi operasional industri sawit mulai dari hulu sampai hilir.

"Jadi, nanti kami membuat standar yang sama untuk seluruh produsen sawit baik standar di kebun maupun di industri pengolahannya. Kemudian juga terkait dengan pembinaan petani sawit, manajemen stok, dan pembangunan palm oil green economic zone (POGEZ)," tuturnya.(Nrm/Zul)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya