Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan ‎(Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Indonesia merupakan pasar potensial narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) dari berbagai penjuru dunia. Hal ini ditunjukkan dengan penindakan kasus narkoba yang naik tiga kali lipat pada 2016.
"Dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, kelas menengah naik memberi prospek pasar bagi barang-barang psikotropika‎ dan narkoba," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers Penggagalan Penyelundupan 100 Kg Sabu di kantor BNN, Jakarta, Jumat (18/11/2016).
Dia menuturkan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan terus meningkatkan pengawasan di daerah perbatasan untuk mencegah penyelundupan ekspor dan impor barang ilegal ke Indonesia, termasuk narkoba.
Hasilnya, Sri Mulyani menuturkan, DJBC telah menindak ratusan kasus sepanjang 2014-2016. Pada 2014, tercatat berhasil menindak kasus narkoba sebanyak 216 kasus, dengan total barang bukti 316,06 Kg.
Baca Juga
Penindakan kasus meningkat turun menjadi 176 kasus di 2015 dengan total barang bukti sebanyak 599,75 Kg. Sementara di 2016, hingga buian November, Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap 223 kasus dengan total barang bukti sebesar 1072,55 Kg.
‎
"Ada kenaikan luar biasa penindakan kasus narkoba tiga kali lipat dari 2015 ke 2016. Penindakan dilakukan untuk mengamankan penerimaan negara," Sri Mulyani menerangkan.
Sri Mulyani mengatakan, narkoba merupakan ancaman paling besar bagi Indonesia. Oleh sebab itu, Kementerian Keuangan bersama ‎Badan Narkotika Nasional (BNN), TNI/Polri meningkatkan pengawasan untuk menjaga Indonesia dari berbagai macam barang penyelundupan.
Sebagai contoh saat ini, DJBC dan BNN berhasil menggagalkan penyelundupan 100,62 Kg sabu-sabu dan 300.250 butir Happy Five. Barang-barang ini diimpor ilegal dari Taiwan.
"Bea Cukai dan BNN gagalkan penyelundupan 100,62 Kg sabu dan 300.250 butir Happy Five. Satu butir pil Happy Five dijual seharga Rp 500 ribu," ucap Sri Mulyani.
Penindakan ini dilakukan DJBC dan BNN saat menggerebek sebuah gudang di kawasan pergudangan Kosambi, Dadap, Tangerang, baru-baru ini. Penggerebekan tersebut bermula dari informasi BNN ada importasi narkotika yang kemungkinan disamarkan sebagai barang impor berupa furnitur dari Taiwan ke Indonesia dengan pelabuhan bongkar Tanjung Priok, Jakarta.
Atas informasi tersebut, Bea Cukai melakukan analisis atas importasi barang dengan target barang sesuai dengan data yang diterima dari BNN.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, peiacakan menggunakan unit anjing peiacak (K-9) dan pemeriksaan secara mendalam dengan cara pembongkaran barang furnitur sofa oleh tim gabungan Bea Cukai dan BNN, ditemukan barang yang disembunyikan dalam sofa yang diindikasikan sebagai narkoba.
Hasii pengujian menggunakan narcotest, positif methamphetamine (sabu) dan Happy Five. Selanjutnya diiakukan pemantauan atas proses penyelesaian formalitas kepabeanan di mana barang impor diperiakukan secara normat sampai diterbitkan surat persetujuan pengeluaran barang. Koordinasi Bea Cukai dan BNN berlanjut dengan dilakukan controlled delivery kepada pemilik barang.
Proses controlled delivery dimulai dengan melakukan pengawasan pengeluaran suspect barang impor dari kawasan pabean dan kemudian dibongkar di salah satu gudang di pergudangan Baja di Muara Baru, Jakarta Utara. Bea Cukai dan BNN terus memantau pergerakan barang hingga akhirnya suspect barang impor tersebut dikeiuarkan dari gudang di Muara Baru menuju gudang di kawasan Kosambi, Dadap, Tangerang.
Atas indikasi kuat, Bea Cukai dan BNN melakukan penindakan di gudang tersebut. Daiam penindakan ini tim gabungan mengamankan barang bukti 100,615 kg sabu dan 300.250 butir Happy Five. Selain itu turut diamankan tersangka berinisiai YJ, berkewarganegaraan Taiwan dan dua tersangka lain yaitu ZA dan HCHL. ‎
Sebagai tindak ianjut kasus, barang bukti dan tersangka diserahkan kepada BNN untuk diproses lebih lanjut. Atas perbuatannya para tersangka terancam pasal 114 ayat (2) dan pasai 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimai hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Juga pasal 61 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp 300 juta.
"Atas terbongkarnya penyelundupan ini, Bea Cukai dan BNN berhasil menyelamatkan sekitar 900.000 jiwa generasi muda Indonesia," pungkas Sri Mulyani.
Advertisement