Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa defisit anggaran dan rasio utang pemerintah Indonesia masih relatif lebih rendah dibanding negara lainnya. Dengan pengelolaan yang baik, utang dapat menjadi faktor yang membuat ekonomi positif.
Menurutnya, penerimaan pajak di Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan belanja yang sangat besar, sehingga terjadi defisit fiskal. Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, diperkirakan defisit akan menyentuh level 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 338,8 triliun.
Sementara target defisit yang diketok untuk APBN 2017 sebesar Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap PDB. Defisit ini masih di bawah ambang batas yang dibolehkan dalam Undang-undang Keuangan Negara, yakni maksimal 3 persen terhadap PDB.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau ada defisit, kita butuh pembiayaan yang berasal dari utang. Batas toleransi rasio utang 60 persen dari PDB karena kita ingin meletakkan Indonesia pada yang benar," ujar Sri Mulyani saat Kuliah Umum Kenali Anggaran Negeri di Universitas Padjajaran, Bandung, seperti ditulis Rabu (30/11/2016).
Dilihat dari besaran defisit anggaran 2,41 persen, diakui Sri Mulyani lebih kecil dari negara berkembang lainnya, seperti Meksiko, Brasil, Rusia, Malaysia, dan Thailand, juga India dan China yang defisitnya lebih besar dari Indonesia. "Juga defisit kita lebih rendah dari Amerika, Inggris, dan Prancis," katanya.
Dari sisi utang, data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan, utang pemerintah hingga Oktober 2016 turun tipis sebesar Rp 5,04 triliun menjadi Rp 3.439,78 triliun. Realisasi utang di bulan sebelumnya sebesar Rp 3.444,82 triliun. Rasio utang terhadap PDB ini sekitar 27 persen.
"Rasio utang atas PDB Amerika bahkan sudah mendekati 100 persen, serta Inggris, Prancis, Kanada, dan negara berkembang lain yang sekitar 50 persen. Tapi ini tidak menggambarkan kita untuk nambah utang seenaknya," ucap dia.
Dia berpendapat, utang sebaiknya tidak terlampau besar, namun saat negara membutuhkan dan utang itu akan bermanfaat baik untuk perekonomian nasional. "Utang memang sebaiknya tidak menjadi terlalu besar. Saat membutuhkan dan kita manfaatkan dengan baik, bisa jadi faktor untuk ekonomi tumbuh positif," terang Sri Mulyani. (Fik/Gdn)