RI Keluar OPEC, Pertamina Tak Takut Kehilangan Pasokan Minyak

Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Des 2016, 20:29 WIB
Diterbitkan 01 Des 2016, 20:29 WIB

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) tidak takut kehilangan pasokan minyak mentah meski Indonesia telah memutuskan untuk membekukan sementara keanggotaannya di Organisasi negara eksportir minyak atau Organization of Petroleum Eksportir Countries (OPEC).

Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi ‎ mengatakan, tidak ada dampak negatif terhadap pasokan minyak untuk Indonesia atas ‎keputusan tersebut. Karena itu, Pertamina tidak mengkhawatirkan dengan keputusan pemerintah tersebut.

"Pertanyaan saya kenapa sih kok auranya negatif, takut? Tidak ada, kan kita negara berdaulat," kata Hardadi, di kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (1/12/2016).

Dalam mencari pasokan di pasar minyak dunia, tidak ada pengaruh negara OPEC dan non-OPEC, karena sudah menganut sistem bisnis. Sehingga tidak ada masalah atas keputusan tersebut. "Kalau masalah membeli minyak di pasar itu tidak ada masalah OPEC dan non-OPEC begitu," tutur Hardadi.

Namun ketika ditanya manfaat yang didapat saat Indonesia kembali menjadi anggota OPEC sejak awal 2016, terhadap pasokan minyak ke Pertamina, Hardadi enggan menjawab.

"Saya tidak mau jawab ke sana, saya jawabnya dari sisi penyediaan crude, sama-sama kita ketahui bahwa dengan kapasitas pengelolaan kilang sekitar 900 ribu barel dengan pasokan sekitar‎ 60 persen crude domestik 40 persen impor. Sebetulnya apa yang dibicarakan di OPEC saya mengikuti dengan seksama, tapi saya tidak mau bicara apapun tentang itu," tutup Hardadi.

Untuk diketahui, Indonesia memutuskan untuk membekukan sementara (temporary suspend) keanggotaan di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Keputusan tersebut diambil dalam Sidang ke- 171 OPEC di Wina, Austria, Rabu (30/11/2016).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan yang menghadiri sidang tersebut menjelaskan, langkah pembekuan diambil menyusul keputusan sidang untuk memotong produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari, di luar kondensat.

Sidang juga meminta Indonesia untuk memotong sekitar 5 persen dari produksinya, atau sekitar 37 ribu barel per hari.

"Padahal kebutuhan penerimaan negara masih besar dan pada RAPBN 2017 disepakati produksi minyak di 2017 turun sebesar 5.000 barel dibandingkan 2016," jelas Jonan.

Dengan demikian pemotongan yang bisa diterima Indonesia adalah sebesar 5.000 barel per hari. Jonan menambahkan, sebagai negara pengimpor minyak, pemotongan kapasitas produksi ini tidak menguntungkan bagi Indonesia, karena harga minyak secara teoritis akan naik.

Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada tahun 2008, efektif berlaku 2009. Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya