Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum menerima laporan terkait anjloknya bisnis angkutan darat, khususnya taksi di sepanjang 2016. Anjloknya bisnis ini disebut berkaitan dengan semakin menjamurnya model transportasi berbasis online.
"Belum ada keluhan yang disampaikan ke saya," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Pudji Hartanto, melalui pesan singkat kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (26/12/2016).
Namun demikian, ucap Pudji, pihaknya akan berkoordinasi dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) untuk memastikan kondisi yang sebenarnya terjadi pada bisnis angkutan darat. "Nanti saya komunikasikan dengan Organda," kata dia.
Advertisement
Sebelumnya, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengeluhkan ambruknya bisnis angkutan darat pada tahun ini.
Dia mengatakan, hal ini terutama terjadi pada moda transportasi seperti taksi, bajaj (angkutan lingkungan), dan mikrolet. Untuk taksi bahkan mengalami penurunan omzet hingga 50 persen di tahun ini.
Baca Juga
"Bisnis transportasi darat di 2016 secara umum ambruk 60 persen, khususnya untuk beberapa sektor seperti taksi, angling (angkutan lingkungan) dan mikrolet. Taksi turun 40-50 persen, mikrolet 30 persen," ungkap dia.
Akibatnya, ucap Shafruhan, hingga saat ini sudah ada dua operator taksi yang tutup. Hal tersebut lantaran tidak mampu bersaing dengan transportasi berbasis online yang kian menjamur.
"Ada juga yang kendaraannya yang tinggal 10 persen beroperasi, ada yang 20 persen beroperasi. Tergantung perusahaannya," kata dia.
Shafruhan menilai, ambruknya bisnis angkutan darat tahun ini lantaran adanya persaingan tidak sehat antara model transportasi konvensional dengan yang berbasis aplikasi. Hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah di tahun depan.
"Pengusaha kan harusnya bersaing secara sehat, misalnya masalah perizinannya. Tetapi yang dihadapi pengusaha khususnya taksi dan angling ini harus bersaing dengan angkutan yang tidak kelihatan. Jadi kendaraan pribadi tapi dipakai untuk kendaraan umum, itu jumlahnya tidak terhingga. Itu secara kasat mata pemerintah tidak bisa mengambil tindakan yang tegas," tandas Shafruhan. (Dny/Gdn)