DJP: Penyanderaan Bukan Ancaman Bagi Wajib Pajak

DJP tak segan-segan melakukan penyanderaan kepada para penunggak pajak yang tak memanfaatkan program tax amnesty sampai 31 Maret 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Jan 2017, 19:48 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2017, 19:48 WIB
20161101-Tax-Amnesti-ITC-Glodok-AY3
Para petugas melayani konsultasi pedagang terkait program tax amnesty di ITC Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/11). Setelah pengusaha besar ikut tax amnesty, kini pemerintah menargetkan pelaku UMKM untuk ikut dalam program ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah agresif memburu para penunggak pajak yang tidak mempunyai itikad membayar utang pajak dan ikut program pengampunan pajak (tax amnesty). Upaya tersebut dianggap bukanlah sebagai sebuah ancaman kepada Wajib Pajak (WP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Hestu Yoga Saksama mengatakan, DJP hanya menjalankan tugas, termasuk upaya penyanderaan (gijzeling) untuk mendorong para penunggak pajak ikut tax amnesty.

Menurutnya, penunggak pajak yang ikut program tax amnesty, hanya membayar pokok utang pajak saja. Sementara sanksi pajaknya dihapus. Kemudian melaporkan seluruh harta atau asetnya dan membayar uang tebusan tax amnesty, maka selesailah utang pajak mereka, lalu dilepas dari gijzeling.  

"Jadi kita mendorong penyelesaiannya lewat tax amnesty, bukan mengancam karena ini kewenangan DJP di atur dalam UU," ujar Hestu Yoga saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (8/1/2017).  

Lebih jauh dijelaskannya, jika penunggak pajak memilih penyelesaian utang pajak dengan tidak ikut tax amnesty, maka penunggak pajak membayar seluruh pokok utang beserta sanksinya.

"Jadi Wajib Pajak yang punya tunggakan pajak, sebaiknya ikut tax amnesty. Karena kita akan terus lakukan (gijzeling) mengingat masih ada utang pajak sekitar Rp 70 triliun," terang Hestu Yoga.

Seperti diberitakan sebelumnya, DJP telah menyandera 59 penanggung pajak sepanjang 2016. Puluhan penanggung pajak ini memiliki tunggakan pajak senilai Rp 426,1 miliar.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, Angin Prayitno mengungkapkan, dari jumlah 59 penanggung pajak yang disandera selama setahun ini, 53 diantaranya telah melunasi utang pajak Rp 379,33 miliar, sedangkan 6 penanggung pajak sisanya masih bertahan dilapas karena belum membayar tunggakan pajak senilai Rp 47,76 miliar.

"Biasanya setelah eksekusi, tidak sampai di gijzeling atau baru sampai depan pintu, mereka langsung bayar. Terakhir, kita mau sandera Wajib Pajak ke Nusakambangan, baru naik kapal menuju ke sana, eh dia bayar utang pajak, jadi balik lagi," kata dia.

Direktur Jenderal DJP, Ken Dwijugiasteadi mengatakan, ‎penyanderaan dilakukan apabila tunggakan pajak sudah inkrah, yaitu melalui proses panjang selama 3 tahun, 6 bulan, 21 hari dalam rangka penagihan pajak. Kurang dari itu, belum dikatakan inkrah.

DJP tak segan-segan melakukan penyanderaan kepada para penunggak pajak yang tidak memanfaatkan program tax amnesty sampai 31 Maret 2017. Para pengemplang pajak ini bisa dijebloskan ke sel tahanan di Nusakambangan, yang terkenal paling mengerikan tempat penjahat kelas kakap.

"Dari informasi masih ada 5 sel kosong di Nusakambangan untuk penunggak pajak. Mereka (Nusakambangan) menerima dari daerah manapun, mau Medan, Jakarta, atau lainnya," tegas Hestu Yoga.

"Jadi kalau ada yang masih nunggak pajak, segera ikut tax amnesty. Bayar utang pokok saja, tidak dikenakan sanksi, dan tidak akan di gijzeling. Tapi kalau tetap tidak mau memanfaatkan tax amnesty, Nusakambangan siap menunggu," tandasnya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya