Liputan6.com, Jakarta - Cadangan devisa China turun ke level terendah dalam enam tahun pada Desember 2016. Penurunan cadangan devisa dinilai lantaran bank sentral China jaga kestabilan mata uang China yuan.
Pada akhir pekan lalu, the People's Bank of China atau bank sentral China menyatakan cadangan devisa turun US$ 41,08 miliar pada Desember menjadi US$ 3,011 triliun, dan itu terendah sejak Maret 2011. Penurunan ini lebih kecil dari bulan sebelumnya US$ 69,06 miliar untuk secara bulanan. Sedangkan tahunan, penurunan cadangan devisa China dekati US$ 320 miliar pada 2016.
Penurunan cadangan devisa menekankan kalau bank sentral cenderung intervensi yuan. Apalagi dana asing keluar dari China cukup besar. Yuan alami depresiasi sekitar 6,6 persen terhadap dolar AS menguat pada 2016. Ini penurunan terbesar sejak 1994.
"Sepanjang 2016, kami perkirakan total aliran dana keluar dari China sekitar US$ 710 miliar," ujar ekonom Capital Economics Chang Liu seperti dikutip dari laman CNBC, seperti ditulis Senin (9/1/2017).
Baca Juga
Kalau berdasarkan perkiraan Goldman Sachs Group Inc. tercatat aliran dana keluar dari China mencapai US$ 69,2 miliar pada November, dibandingkan aliran keluar dari sejak Juni sekitar US$ 50 miliar.
Faktor utama penurunan cadangan devisa China pada 2016 ini juga menunjukkan bank sentral China menggunakan cadangan devisa untuk menstabilkan yuan.
Saat ini menjadi pertanyaan oleh pelaku pasar global bagaimana otoritas dapat menjaga yuan dan mengontrol dana keluar dari China. Banyak investor menyatakan penurunan yuan begitu cepat dan aliran dana keluar dari China dapat menganggu stabilitas pasar global.
Diperkirakan yuan masih melemah pada 2017 jika dolar AS terus reli. Mengingat sejumlah sentimen yang akan pengaruhi nilai tukar yuan terhadap dolar AS antara lain kebijakan baru presiden AS Donald Trump, kenaikan kembali suku bunga bank sentral AS. Hal ini membuat aset investasi AS lebih menarik sehingga berpotensi menarik dana dari negara berkembang termasuk China.
"Kombinasi dari Presiden Trump dan Fed lebih agresif mengancam kebijakan nilai tukar China," ujar Komal Sri-Kumar, Pimpinan Sri-Kumal Global Strategist seperti dikutip dari laman Wall Street Journal.
Oleh karena itu melihat prospek sulit dan persediaan cadangan devisa makin berkurang, sejumlah ekonom China mendesak pembuat kebijakan untuk menghentikan intervensi pasar dan membiarkan yuan menemukan nilai pasarny.
Ekonom dan mantan penasehat bank sentral China Yu Yonding menuturkan, China memiliki ruang dari sekarang hingga pelantikan Trump pada 20 Januari untuk membiarkan yuan melemah hingga mencapai titik keseimbangan.
Sebelumnya bank sentral China baru-baru ini menaikkan syarat untuk transfer ke luar negeri menjadi 50 ribu yuan dari sebelumnya 200 ribu yuan. Selain itu, mereka juga meningkatkan pemantauan untuk pembelian valuta asing dan tidak mengubah jatah tahunan hanya US$ 50 ribu.
Advertisement