The Fed Naikkan Suku Bunga, Beban Utang RI Makin Berat

Kenaikan suku bunga the Fed akan mendorong terhadap penguatan dolar AS.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Jan 2017, 15:03 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2017, 15:03 WIB
Tingkat Utang RI Paling Rendah di Asia
Dari hasil riset HSBC menyebutkan, Singapura menjadi negara dengan tingkat utang tertinggi, yaitu mencapai 450 persen terhadap PDB.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve bakal menaikkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) sebanyak tiga kali di 2017. Rencana tersebut akan mendorong penguatan dolar AS yang berdampak pada mahalnya pembayaran utang luar negeri (ULN) dan pembengkakan biaya utang akibat kenaikan tingkat bunga (yield).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengungkapkan, apabila The Fed menyesuaikan FFR, maka imbasnya ke tingkat bunga Indonesia dan suku bunga internasional. Dampak lainnya, beban biaya utang meningkat.

"Itu harus di assess seberapa potensinya. Bisa juga kena ke biaya utang. Jadi kita harus hati-hati," ujar dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (27/1/2017).

Suahasil menuturkan, pasar dunia saat ini penuh risiko karena rencana kebijakan The Fed menaikkan tingkat bunga. "Imbasnya ke yield Surat Berharga Negara (SBN). Karena kalau kita ngeluarin utang, lalu pada saat yang bersamaan kita menaikkan yield ketika FFR belum naik, itu sudah ada cost-nya," papar dia.

Oleh karena itu, dia menambahkan, pemerintah dalam menerbitkan surat utang negara harus sesuai dengan kebutuhan setiap bulannya. "Kebutuhan tersebut tergantung kita dapat pajak berapa, belanja berapa, inilah yang coba kita bikin secara konsisten," Suahasil menerangkan.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Strategi dan Portofolio Utang DJPPR Kemenkeu, Schneider Siahaan mengungkapkan, dampak dari kenaikan suku bunga The Fed akan mengerek ke bawah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan yield SBN Indonesia.

Dia memperkirakan, kurs rupiah akan terdepresiasi karena kebijakan The Fed tersebut, namun tidak terlampau dalam. Standard Chartered sebelumnya memproyeksikan kurs rupiah akan melemah di kisaran Rp 13.500-Rp 14.000 per dolar AS.

"Rupiah tidak akan terdepresiasi begitu lebar. Kita akan lihat seksama dampaknya ke kurs rupiah, karena pelemahan rupiah yang dalam akan berpengaruh negatif terhadap yield SBN," jelas Schneider kepada Liputan6.com.

Pemerintah pun akan terus mencermati risiko kenaikan suku bunga The Fed terhadap utang luar negeri Indonesia. "Kita akan antisipasi dengan rencana front loading yang terukur untuk meminimalisasi dampak kenaikan FFR," kata dia.

Untuk diketahui, DJPPR Kemenkeu akan menarik utang di awal tahun (front loading) sekitar Rp 358,22 triliun sepanjang Januari-Juli 2017. Sementara anggaran pembayaran bunga utang dialokasikan Rp 221,4 triliun di APBN 2017 atau naik Rp 30,4 triliun dari pagu APBN-P 2016.

"Ya perkiraan itu (front loading dan pembayaran bunga utang) sudah memperhitungkan kenaikan FFR tahun ini," ujar Schneider.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya