BI Prediksi Inflasi Januari 2017 Sebesar 0,69 Persen

Kenaikan harga pangan dan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penyumbang utama inflasi Januari 2017.

oleh Septian DenyFiki Ariyanti diperbarui 01 Feb 2017, 10:05 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2017, 10:05 WIB
Inflasi
Kenaikan harga pangan dan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penyumbang utama inflasi Januari 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan tingkat inflasi ada Januari 2017 akan berada di kisaran 0,69 persen. Kenaikan harga bahan pangan dan tarif tenaga listrik (TTL) masih menjadi penyumbang utama inflasi tersebut.

"Inflasi Januari ini diperkirakan 0,69 persen, sehingga inflasi tahunannya atau secara Yoy 3,21 persen," kata Gubernur BI, Agus Martowardojo seperti ditulis Rabu (1/2/2017).

Agus mengungkapkan, penyumbang utama inflasi di ‎bulan pertama 2017 ini karena kenaikan 4 tarif atau harga, yakni kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), penyesuaian tarif tenaga listrik, mahalnya harga cabai rawit dan daging ayam.

"Penyebab utama inflasi karena tarif STNK naik, tarif dasar listrik, cabai rawit, dan daging ayam. Sedangkan penyumbang deflasi atau yang menghambat ‎inflasi adalah cabai merah, bawang merah, dan tomat sayur," terangnya.

Namun demikian, Agus menilai, perkiraan inflasi 3,21 persen secara Yoy di Januari masih terjaga dan dalam target BI yang dipatok 4 plus minus 1 persen. "Masih sesuai dengan target BI," ucap Mantan Menteri Keuangan itu.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung. Menurutnya, hingga akhir pekan lalu, tingkat inflasi terpantau di angka 0,69 persen. Berpatokan pada angka tersebut, inflasi keseluruhan pada Januari 2017 diperkirakan tidak akan jauh bergerak.

"Masih 0,69 persen di pekan ke-4 sama dengan hari Jumat kemarin. Di Januari sekitar 0,7 persen lah," ujar dia.

Faktor yang masih berkontribusi beras terhadap inflasi di awal tahun ini adalah TTL dan harga pangan. Terutama untuk jenis sayuran seperti cabai rawit merah yang harganya melonjak tajam sejak akhir tahun lalu. "Ya itu (TTL) kan sudah pasti lah ya. Yang lain volatile food," kata dia.

Menurut Juda, TTL masih akan menjadi penyumbang inflasi dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini karena adanya kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi bagi golongan pelanggan 900 volt ampere (VA) untuk rumah tangga mampu (RTM).

Dengan pencabutan ini, maka golongan pelanggan tersebut akan mengalami kenaikan tarif listrik secara bertahap setiap 2 bulan, yaitu pada Januari 2017, Maret 2017, Mei 2017 dan pada 1 Juli 2017 yang akan disesuaikan bersamaan dengan 12 golongan tarif lainnya.

"TTL kan akan berlangsung 3 kali, Januari, Maret sama Mei. Tentu saja dampak TTL masih akan terus ada kalau itu terus (dinaikan). Kan kenaikannya kan samai ke harga keekonomiannya kan, itu dilakukan 3 kali. Jadi setiap Januari, setiap Maret, Mei akan seperti itu," tandas dia.

Sedangkan Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness, Eric Sugandi memperkirakan inflasi akan menyentuh sekitar 0,6 persen MoM dan 3,1 persen Yoy.

Pendorongnya, kata dia, karena kenaikan harga bahan-bahan pangan, terutama cabai akibat gangguan pasokan cabai di musim hujan. Selain itu, penyebab inflasi tinggi di bulan pertama karena meningkatnya permintaan untuk kebutuhan Tahun Baru Imlek.

"Juga kenaikan harga barang yang diatur pemerintah, seperti tarif dasar listrik memberi sumbangan ke inflasi Januari sebesar 0,1 persen, STNK 0,2 persen, dan BBM 0,1 persen. Sisanya sumbangan inflasi dari kenaikan harga pangan," tutur Eric. (Dny/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya