Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy menegaskan wirausaha bukan dipelajari di dalam kelas tetapi harus diciptakan di lingkungan dan suasana wirausaha  termasuk di sekolah. Oleh karena itu, dirinya menolak untuk menjadikan wirausaha sebagai mata pelajaran.
"Kalau dijadikan mata pelajaran (wirausaha) jadinya wira wiri. Saat jadi rektor (Universitas Muhammadiyah Malang) tolak mata pelajaran wirausaha. Ini tak bisa diajari di kelas," ujar dia saat memberi sambutan pada acara kelas inspirasi dengan tema "Mencetak Entrepeneuer Tangguh Bersama Arif P Rachmat", di SMA Negeri I Yogyakarta, Sabtu (4/2/2017).
Ia pun meminta kepala sekolah untuk tidak memaksakan wirausaha sebagai mata pelajaran. Wirausaha, menurut Muhadjir merupakan ilmu yang dipelajari di lapangan. Kemudian diajarkan oleh seseorang memiliki pengalaman membuka usaha. Ini dapat menjadi contoh bagi siswa.
Advertisement
"Jangan diajar di kelas tapi disuruh ke pasar. Bagaimana mereka berjualan, cara berjualan ini dinilai. Melihat hasilnya bagaimana apakah orangtuanya yang yang suruh beli. Itu mental (wirausaha) akan kelihatan. Kalau diajarkan di kelas oleh guru tak
pernah wirausaha dan dosen yang mengerti ilmu ekonomi tapi tidak pernah jadi wirausaha maka nanti hasilnya wira wiri," tegas dia.
Baca Juga
Muhadjir juga mengatakan, ada sejumlah syarat untuk menjadi pengusaha dan membangun usaha. Pertama, seorang pengusaha harus pernah merasakan bangkrut. Kedua, berani ambil risiko. Membangun usaha menurut Muhadjir jangan dilihat hanya dari kesuksesan dan keberhasilan seseorang. Namun, bagaimana pengusaha itu juga melewati tantangan yaitu kena tipu dan gagal.
Ia mencontohkan,saat dirinya menjadi rektor UMM, ada sejumlah unit bisnis yang dibangun mulai dari hotel, stasiun pengisian bahan bakar (SPBU), taman wisata, rumah sakit. Â Para mahasiswa pun dapat praktik di unit bisnis tersebut, dan menjadi peluang bagi mereka untuk membangun usaha.
Saat membangun unit bisnis tersebut, Muhadjir menuturkan, pihaknya juga sempat merasakan jatuh bangun. Ia pun bertanggung jawab atas usaha yang dibangunnya.
"Membereskan UMM jangan dikira hanya berhasil. Orang hanya lihat suksesnya dulu. padahal kita jatuh bangun beberapa kali ditipu dan nombok. Karena saya sebagai rektor punya tanggung jawab pribadi seperti manajer di perusahaan. Pertama harus berani ambil risiko dan bertanggung jawab. Tak cukup jadi pelajaran dari guru yang tidak pernah ambil risiko," kata dia.