Pemotongan Anggaran Belanja Bikin Pertumbuhan Ekonomi Melambat

Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi di Indonesia cukup tinggi pada 2016 kemarin.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Feb 2017, 20:13 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2017, 20:13 WIB

Liputan6.com, Jakarta Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 tercatat sebesar 5,02 persen tertahan oleh belanja atau pengeluaran pemerintah yang terkontraksi negatif 0,15 persen. Hal ini sebagai dampak dari pemotongan belanja senilai Rp 137,6 triliun di kuartal III-2016 sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi kuartal akhir tahun lalu hanya 4,94 persen.

"Tahun lalu di kuartal III kan ada pemotongan anggaran, jadi mau tidak mau, konsumsi pemerintah ya minus," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya, Senin (6/2/2017).

Beruntung, kata Darmin, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi cukup tinggi. Dari data BPS, porsi PMTB pada pertumbuhan ekonomi 2016 menurut pengeluaran, tumbuh sebesar 4,48 persen.

"Investasi tidak jelek lah, masih bagus secara gabungan. Tapi ya memang situasi APBN kita tahun lalu tidak terhindarkan," ucap Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu.

Secara keseluruhan, Darmin menilai, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,02 persen di 2016 cukup bagus meskipun ada pemangkasan anggaran di APBN-P 2016. Pasalnya masih lebih tinggi dibanding realisasi 2015 yang sebesar 4,88 persen.

"Walaupun ada pemotongan anggaran, kita masih bisa tumbuh 5,02 persen. Tidak ideal, tapi tidak jelek juga," katanya.

Dia berharap, dengan postur APBN 2017 yang lebih realistis, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan membaik. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2017 sebesar 5,3 persen.

"APBN 2017 sudah lebih normal, pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan lebih baik, PMTB juga akan membaik," Darmin optimistis.

Lebih juah dijelaskannya, pertumbuhan ekonomi 5,02 persen atau naik dari pencapaian 2015 ikut mengerek pendapatan per kapita sekitar 3 persen di tahun lalu.

"PDB (pertumbuhan ekonomi) itu angka riil. Kalau pendapatan per kapita naik 3 persen secara normal, harus ditambahkan inflasi. Kalau pendapatan naik 3 persen, inflasi 3 persen, berarti 6 persen. Jadi yang dihitung dalam PDB angka riil, sudah dikeluarkan pengaruh harga di dalam," kata Darmin.

Kepala BPS Suhariyanto sebelumnya mengatakan, pengeluaran konsumsi pemerintah terkontraksi dengan pertumbuhan negatif 0,15 persen, utamanya dipicu penurunan belanja bantuan sosial (bansos).

Sementara belanja pegawai naik 9,06 persen, belanja barang naik 13,14 persen, sedangkan belanja sosial melambat dibanding realisasi 2015.

"Di 2016, secara keseluruhan ada penyesuaian anggaran sehingga berakibat ke pertumbuhan ekonomi, karena di kuartal IV (Yoy), konsumsi pemerintah tumbuh negatif 4,05 persen," terang dia. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya