Mendag Bantah Harga Cabai Rawit Mahal Karena Ada Kartel

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukitamenilai mahalnya harga cabai tak di semua wilayah di Indonesia.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 10 Feb 2017, 11:29 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2017, 11:29 WIB
Ilustrasi Harga Cabai
Ilustrasi Harga Cabai

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita kembali menegaskan jika tingginya harga cabai rawit merah di pasar tradisional di Jabodetabek karena masalah iklim. Harga cabai sendiri sempat menembus Rp 160 ribu per kilogram (kg).

Mendag menilai mahalnya harga cabai tak di semua wilayah di Indonesia. Dia membandingkan kondisi di Jawa yang berbeda dengan di Ambon. Di wilayah ini harga cabai rawit Rp 55 ribu per kg.

"Jadi kembali lagi 10 kali nanya 10 kali saya jawab yang sama yaitu iklim. Kenapa di Ambon murah? Karena curah hujannya di sana adalah Juni-Juli sekarang di sini sampai banjir," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, seperti dikutip Jumat (10/2/2017).

Dia juga menampik hal tersebut disebabkan praktik nakal pengaturan pasokan. Lantaran, cabai merupakan komoditas yang cepat busuk sehingga harus segera dilepas ke pasar.

"Bagaimana kartel, coba lihat pernahkan Anda bagaimana cabai itu usianya? Pada saat dia hujan dan di petik cek dia busuk atau tidak? Busuk," ungkap dia.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan, dengan produksi cabai yang turun 30-50 persen saat musim hujan seharusnya harga cabai di pasar Rp 90 ribu per kg. Ketua KPPU Syarkawi Rauf menduga ada praktik tidak sehat sehingga membuat harga tinggi seperti saat ini.

Enggartiasto mengatakan, harga tersebut bisa tercapai jika distribusi merata. Sementara, dengan kondisi sekarang selain pasokan berkurang, sebaran cabai terkendala distribusi.

"Ya catatanya adalah pada saat distribusinya merata, setuju betul, tapi kalau hujan bukan hanya transportnya tapi pemetikannya. Setiap pagi pedagang bertanya ke suppliers-nya petani 'Di sana hujan nggak? Hujan, oke, artinya suplai berkurang'. Begitu suplai berkurang maka harga naik," jelas Enggartiasto.

Syarkawi Rauf telah mempelajari rantai distribusi cabai rawit. Dia bilang, rantai distribusi cabai ialah dari petani (produsen cabai daerah) disetor pengepul. Dari pengepul dibeli oleh bandar di daerah.

Cabai rawit kemudian disetor ke bandar di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Berlanjut ke pasar trandisional kecil dan berakhir di tangan konsumen.

Dia menduga, ada bandar daerah dan bandar Pasar Induk yang 'bermain' harga cabai. Pasalnya, bandar besar memiliki kekuatan untuk mengatur pasokan. Tapi, dia bilang ini butuh pembuktian.

"Kemungkinan di situ, dugaan kita untuk sementara  berdasarkan struktur pasarnya ke mereka itu. Tapi kan perlu kita dibuktikan," pungkas dia. (Amd/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya