Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jendaral (Ditjen) Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan akan menerapkan sistem Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) untuk memeriksa rekening para nasabah bank. Pemeriksaan rekening tersebut rencananya dijalankan pasca program pengampunan pajak (tax amnesty) berakhir pada 31 Maret 2017.
Menanggapi rencana tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan, langkah Ditjen Pajak membuka data nasabah bank sejalan dengan komitmen 134 negara di dunia terhadap implementasi Base Erotion Profit Shifting (BEPS) dan Automatic Exchange of Information (AEoI) pada 2018.
"Itu semua sama dengan inisiatif BEPS yang dipegang 134 negara," kata dia saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, seperti ditulis Kamis (23/2/2017).
Advertisement
Menerapkan BEPS dan AEoI, Agus mengakui, merupakan kesepakatan atau komitmen negara-negara anggota G20 dan kemudian ditindaklanjuti negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) maupun forum global lainnya supaya ada pertukaran data perbankan secara otomatis.
Baca Juga
"Apabila otoritas pajak di suatu negara mau mengetahui tentang Wajib Pajak-nya dan mau berkoordinasi dengan negara lain, maka negara lain itu akan merespons dengan baik," tegas dia.
Ia menuturkan, Indonesia sepakat mengimplementasikan era BEPS dan AEoI pada 2018. "Pada tahun itu sudah harus terpenuhi. Otoritas bisa mengetahui akun dari Wajib Pajak yang ada di bank untuk kasus-kasus tertentu," jelas Agus.
Di sisi lain, Mantan Menteri Keuangan itu mendukung reformasi pajak yang sedang dijalankan Ditjen Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan mendongkrak penerimaan pajak. Usai pelaksanaan tax amnesty, ada rencana merevisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), revisi UU Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Itu semua sedang dilakukan Ditjen Pajak dan BI mendukung reformasi di Indonesia terus berjalan. Ini yang jadi ukuran dunia, apakah suatu negara berkomitmen melakukan reformasi atau tidak, baik di fiskal, sektor riil maupun moneter," Agus menerangkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Penegakan Hukum Dadang Suwarna menerangkan, pengajuan pembukaan data nasabah terkait masalah perpajakan yaitu pemeriksaan, bukti permulaan (buper), penagihan. Sebelumnya adanya aplikasi ini, pengajuan pembukaan data nasabah dilakukan secara manual.
Dulu kalau buka rekening secara manual, dari KPP mengajukan ke Direktur Pemeriksaan dan Penagihan terkait pemeriksaan atau penagihan. Kalau buper ke Kanwil ke Direktorat Penegakan Hukum, diteken Pak Dirjen sampai ke Menteri Keuangan dan diproses," jelas dia.
Selama ini permohonan membuka data nasabah memakan waktu 239 hari. Dia mengatakan, selain Akasia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerapkan sistem Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) di mana dua sistem tersebut akan diintegrasikan. Sehingga, waktu untu membuka data dipangkas sampai menjadi 30 hari.
"Kurang lebih paling cepat sebulan itu dari mulai pengajuan sampai Menteri Keuangan di DJP Akasia. Tapi di OJK ada sistem dibangun nanti sistem DJP sama OJK dibangun Akrab," imbuh dia.
Nantinya juga akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengungkap data wajib pajak ini. Dia bilang, dalam pemeriksaan ini juga melibatkan pihak-pihak terdekat.
"Kalau pribadi seandainya suami, pasti akan dibuka istrinya termasuk anaknya yang menjadi tanggungan orang tuanya. Kalau badan hukum yang dibuka pemegang saham, direksi, dan komisaris," ungkap dia.
Sistem Akasia ini sebenarnya sudah dimulai sejak 1 Februari 2017. Ini melibatkan 10 Kanwil dan 16 KPP sebagai pilot project. "Kalau sudah berjalan diusahakan per 1 Maret akan launching Akasia dan Akrab, kita lakukan seluruh Indonesia," pungkas dia.