Liputan6.com, Medan - Industri pengolahan minyak sawit di dalam negeri diminta untuk menghasilkan produk hilir yang bernilai tambah tinggi sesuai kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Untuk itu, diperlukan peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi manufaktur terbaru agar lebih berdaya saing.
“Pertumbuhan industri hilir yang tangguh dan berkelanjutan itu karena ditopang oleh inovasi teknologi atau rekayasa produk baru, baik yang mengandalkan kemampuan riset mandiri maupun kolaborasi dengan lembaga riset internasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika mengunjungi PT. Musim Mas di Kawasan Industri Medan, Sumatera Utara, Kamis (23/2/2017).
Baca Juga
Salah satunya, Kementerian Perindustrian berupaya memfasilitasi pembangunan industri pengolahan limbah spent bleaching earth (SBE) agar segera beroperasi komersial sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Pasalnya, limbah B3 dari pabrik minyak goreng tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif untuk urugan jalan raya dan beton pemukiman.
Advertisement
“Kami sangat mendukung terobosan ini karena sejalan dengan visi Kabinet Kerja dalam mendorong pembangunan infrastruktur,” tegasnya.
Airlangga juga menyampaikan, pihaknya sedang memacu kinerja industri pengolahan minyak sawit dalam negeri serta mengintensifkan kampanye positif terhadap produk CPO Indonesia agar diterima pasar ekspor terutama Amerika Serikat dan Eropa.
“Kami sebagai salah satu Anggota Komite Dewan Pengarah BPDP Kelapa Sawit, juga telah mengusulkan penurunan tarif, yang nantinya akan dibahas bersama kementerian terkait lainnya,” ujar Airlangga.
Selain itu, pemerintah tengah berkoordinasi dengan produsen dan industri pengemasan agar dapat menghasilkan produk minyak goreng yang harganya dapat terjangkau bagi masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah.
Menperin menyatakan, selain berdiskusi mengenai pengembangan industri pengolahan minyak sawit, kunjungan kerjanya ke PT. Musim Mas ini juga melihat secara langsung proses produksi pengolahan minyak sawit yang terintegrasi dari hulu CPO menjadi aneka produk hilir seperti minyak goreng, lemak pangan, oleokimia, dan biodiesel.
“Ternyata di Musim Mas ini, pengembangan industrinya dimulai dari hilir, baru gerak ke hulu. Jadi, pohon industrinya mereka sudah kuat, bahkan mampu menembus pasar ekspor ke puluhan negara. Mereka tidak hanya menjual dalam bentuk produk jadi, tetapi memproduksinya di beberapa negara ekspor itu,” paparnya.
Untuk itu, lanjut Airlangga, strategi perusahaan tersebut perlu dicontoh oleh manufaktur nasional dalam upaya menjadi industri kelas dunia. “Dengan yang dilakukan secara terintegrasi oleh Musim Mas, produk yang dihasilkan tidak hanya CPO saja, tetapi sudah menurun ke produk consumer dan life style,” ujarnya.
Direktur Operasional PT. Musim Mas Herman Tandinata mengatakan, perusahaan telah beroperasi di 13 negara di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika Serikat dengan melibatkan sebanyak 28.500 karyawan. Perusahaan ini memproduksi 600.000 ton minyak sawit mentah per tahun.
“Bisnis model kami sudah terintegrasi penuh, mulai dari hulu sampai ke hilir, dengan didukung logistik angkutan darat dan laut,” ujarnya.
Musim Mas menjadi perusahaan kelapa sawit pertama di Asia Tenggara yang bergabung dengan Palm Oil Innovation Grup (POIG). Komitmen ini menjadi bukti produksi minyak sawit yang berkelanjutan tanpa deforestasi, pembukaan lahan gambut, pelanggaran kepemilikan tanah dan hak buruh.
Musim Mas juga sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang mendapat sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk seluruh aset perkebunannya dengan luas 25.918 hektare. Perusahaan tengah berusaha memproduksi gas metana dengan memasang perangkap gas di seluruh pabriknya.
Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto menyampaikan, dalam upaya mendorong perluasan investasi industri, pemerintah akan memberikan kemudahan konkret bagi para investor. Hal ini dalam rangka memperbaiki indeks kemudahan berusaha (ease of doing business) dan menciptakan efisiensi industri melalui berbagai paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan.
Sejalan dengan komitmen tersebut, Kemenperin juga telah menginisiasi pemberian harga gas yang kompetitif bagi industri, khususnya sektor oleochemical, pangan, bahan bakar nabati, dan utilitas kawasan industri.
“Produk industri dalam negeri akan lebih mampu bersaing apabila biaya produksi dapat ditekan melalui harga gas bumi yang kompetitif seperti di negara lainnya,” tegasnya.
Panggah mengungkapkan, minyak sawit berpotensi menjadi pemasok utama pasar minyak nabati dunia, karena produktivitasnya lebih tinggi dibanding minyak nabati lainnya. “Kebutuhan minyak nabati dunia tahun 2020 diperkirakan mencapai 210 juta ton dan pada tahun 2050 mencapai 365 juta ton,” ungkapnya.
Namun demikian, menurut Panggah, pasar ekspor konvensional khususnya di wilayah Uni Eropa masih melakukan kampanye negatif terkait lingkungan dan hambatan perdagangan atas impor CPO dan produk hilir asal Indonesia. “Masalah ini perlu segera diatasi, tetapi di lain pihak, pasar non-konvensional seperti negara di Asia Tengah, Asia Selatan, dan Eropa Timur yang tumbuh pesat perlu digarap lebih intensif,” ujarnya.
Kebijakan hilirisasi
Kebijakan hilirisasi
Pada kesempatan tersebut, Menperin mengungkapkan, Pemerintah juga telah menetapkan Kebijakan Nasional Hilirisasi Industri Kelapa Sawit dan senantiasa konsisten untuk menumbuhkan industri pengolahan kelapa sawit di dalam negeri. “Kami berkomitmen menyusun dan menerapkan kebijakan yang pro-pertumbuhan industri hilir kelapa sawit, sehingga investasi baru serta perluasan di bidang industri hilir dapat terus berjalan,” tuturnya.
Kemenperin telah mengarahkan pertumbuhan industri pengolahan minyak sawit untuk menghasilkan aneka produk hilir canggih, di antaranya super edible oil, golden nutrition, bio plastic, bio surfactant, hingga green fuel. “Dalam jangka menengah, kami memprioritaskan upaya peningkatan investasi industri pengolahan sawit untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah produksi bahan baku yang diharapkan mencapai 40 juta ton CPO pada tahun 2020,” papar Airlangga.
Menurutnya, industri kelapasawit dari hulu sampai hilir merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, antara lain melalui kinerja nilai ekspor, penyerapan tenaga kerja, pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan kontribusi pada penerimaan negara.
Berdasarkan data BPS sampai bulan September 2016, tercatat nilai ekspor produk hilir sawit sebesar US $13.3 miliar atau telah melebihi nilai ekspor minyak dan gas bumi.
“Produk hilir mencapai 54 jenis. Secara rata-rata tahunan, sektor industri kelapa sawit hulu-hilir menyumbang US$ 20 miliar pada devisa negara,” imbuh Airlangga. Sedangkan, khusus bagi pendapatan bukan pajak, sektor perkelapasawitan menyumbang Rp 12 triliun per tahun, yang dipungut atas ekspornya dalam bentuk dana perkebunan dan bea keluar. (Reza Efendi)
Advertisement