Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus memantau perkembangan krisis Yunani yang terjadi akibat kegagalan membayar utang. Negeri para dewa ini harus membayar utang kepada kreditor internasional dalam waktu dekat.
Ternyata, risiko gagal bayar utang Yunani bisa berdampak terhadap Indonesia. Direktur Strategi dan Portofolio Utang DJPPR Kemenkeu, Schneider Siahaan mengungkapkan, pemerintah berharap ada jalan keluar terkait pembayaran utang Yunani kepada kreditor, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF).
"Yunani kan belum ketemu sama kreditornya. Harapan kita mereka dengan IMF ada jalan keluarnya. Karena kalau tidak, pasti akan berpengaruh seperti kejadian sebelumnya," kata dia saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (27/2/2017).
Dampak ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia, menurut Schneider, lebih kepada persepsi negatif dari investor. Mereka akan menganggap Indonesia dan negara berkembang lain sama seperti Yunani sehingga ada potensi capital outflow.
"Pengaruhnya orang melihat kita negara yang selevel dengan Yunani sama seperti itu. Kita jadi kena, orang lepas paper (surat utang). Kalau secara psikologis pada jual, kita susah menerbitkan. Tapi mudah-mudahan tidak lah, kan makro ekonomi kita bagus," dia menjelaskan. Â
Di samping itu, Schneider mengaku, pemerintah pun mengamati isu global lain, seperti ketidakpastian kebijakan Presiden AS Donald J Trump serta pemilihan umum yang terjadi di beberapa negara kawasan Uni Eropa, diantaranya Belanda pada 15 Maret, Prancis yang berlangsung di April dan Mei, serta Jerman 22 Oktober 2017, dan Italia menggelar pemilu pada 2018.
"Ini akan pengaruh ke penerbitan Euro Bond kita," dia berujar.
Schneider mengaku, pemerintah akan mencari waktu yang tepat untuk mengeksekusi penerbitan surat utang dalam dominasi mata uang Euro. Harapannya sebelum pesta demokrasi di Italia. "Kita harapkan sebelum Italia (pemilu)," dia mengatakan.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati pernah mengungkapkan Yunani akan menjadi topik utama dan fokus perhatian dunia dalam kurun waktu tiga sampai empat bulan ke depan.
Dia beralasan, rasio utang Yunani sudah mendekati 200 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit anggaran negara itu juga telah mencapai 4,2 persen dari PDB.
"Yunani tidak mungkin tetap berada di Eropa (Grexit) mengingat defisit fiskalnya sudah lebih dari 3 persen sehingga utangnya perlu dilakukan restrukturisasi," Sri Mulyani menegaskan.
Utang RI Masih Sehat
Sri Mulyani Indrawati menyebut nilai maupun rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam kondisi sehat dibandingkan negara lain, seperti India, Yunani, Jepang, dan Amerika Serikat (AS). Total nilai utang pemerintah Indonesia di akhir Desember 2016 sebesar Rp ‎3.467 triliun atau 27,5 persen terhadap PDB.
"Dalam perkembangannya, dari sisi jumlah utang memang naik. Kalau mahasiswa persepsinya emosional ketika lihat tren jumlah utang yang meningkat, dan defisit fiskal di atas 2 persen dari PDB," Sri Mulyani berujar.
Lebih jauh dia mengatakan, ukuran ekonomi Indonesia terus bertumbuh maju. Tahun ini, kata target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ‎dipatok 2,41 persen terhadap PDB dengan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen.
"Rasio utang dari PDB pun ditargetkan 28 ‎persen dengan size ekonomi Indonesia yang tumbuh maju," dia menjelaskan.
Sri Mulyani membandingkan dengan kondisi defisit fiskal India. Pertumbuhan ekonomi India merupakan yang paling tinggi saat ini sekitar 6,8 persen-7 persen‎. Namun defisit fiskal mencapai 7,2 persen terhadap PDB.
"Itu artinya kenaikan utang di India sebesar 25 persen. Itu setara seluruh utang Indonesia saat ini. Jadi defisit fiskal 2,41 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, rasio utang Indonesia makin mengecil‎," dia menandaskan. (Fik/Nrm)
Advertisement