Seberapa Parah Ketimpangan Orang Kaya dan Miskin di RI?

Ketimpangan pengeluaran antara penduduk kaya dan miskin (gini ratio) di Indonesia mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Mar 2017, 08:24 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2017, 08:24 WIB
20161031-Penduduk-Indonesia-Jakarta-IA
Deretan rumah semi permanen di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta (31/10). Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Ketimpangan pengeluaran antara penduduk kaya dan miskin (gini ratio) di Indonesia mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir. Meskipun merosot sedikit, ada dua hal yang harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk mengurangi kesenjangan tersebut.  

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), gini ratio pada September 2016 turun 0,003 poin menjadi 0,394 dari sebelumnya 0,397 di Maret 2016. Sementara di September 2015, angka gini ratio masih 0,402 atau turun 0,01 dari posisi 0,41 di Maret 2015.

Menurut Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Elan Satriawan saat acara Dialog Ekonomi bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang diselenggarakan Liputan6.com, angka gini ratio di September 2016 sebesar 0,394 tidak separah negara lain di Amerika Latin.  

"Gini ratio 0,394 not to bad kalau dibandingkan dengan negara di Amerika Latin yang mencapai 0,5-0,6. Jadi gini ratio kita tidak terlalu parah," ujarnya di Gedung SCTV Tower, Jakarta, seperti ditulis Minggu (5/3/2017).

Elan mengatakan, sepanjang era Orde Baru yang disebut-sebut merupakan periode penurunan angka kemiskinan pun, tidak diikuti dengan pengurangan gini ratio secara signifikan. Angka ketimpangan penduduk Indonesia justru merosot tajam pada periode krisis moneter 1997-1998.

"Gini ratio turun drastis di 1997-1998 karena kelompok kaya Indonesia terdampak krisis besar itu. Tapi di era ekonomi normal, gini ratio cenderung terus meningkat, dan dilihat ada penurunan dalam 2 tahun ini walaupun kecil," dia menjelaskan.

Akan tetapi, Elan mengingatkan pemerintah bahwa masalah kesenjangan harus menjadi perhatian. Pertama, sambungnya, Indonesia merupakan negara ke-2 dengan pertumbuhan gini ratio tercepat di dunia, setelah China.

Kedua, karakteristik masyarakat Indonesia sangat heterogen dibanding negara lain, seperti China dan Filipina. Bukan saja karena persoalan geografis sehingga menimbulkan ketimpangan antar pulau, tapi juga karakter penduduk yang heterogen, diantaranya ras, agama, dan sebagainya.

"Walaupun gini ratio tidak parah, tapi ketimpangan ini merupakan permasalahan serius yang harus jadi perhatian pemerintah," Elan menegaskan.

Dia berpendapat, dukungan pemerintah terhadap kelompok masyarakat paling bawah atau miskin perlu diperbesar dan diperluas. Jadi, katanya, bukan menahan kelompok atas untuk tetap bertumbuh, melainkan mendorong kelompok masyarakat bawah melalui bantuan sosial, upaya peningkatan produktivitas, dan akses terhadap lahan.

"Dengan cara ini, bukan saja akan meningkatkan kelompok miskin jadi tidak miskin, tapi juga berkontribusi terhadap penurunan ketimpangan di Indonesia," Elan menandaskan.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya