Liputan6.com, Jakarta Industri pertembakauan terus terdesak. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo menengarai kelompok anti tembakau secara sistemik membuat gerakan untuk mematikan industri pertembakauan nasional, salah satunya melalui riset.
Upaya ini dinilai pada taraf meresahkan petani dan industri. "Ada strategi menghancurkan tembakau secara sistemik yang sudah tidak proporsional dengan target menghancurkan industri nasional, dan mereka bagian dari kepentingan asing," ujar dia di Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Firman mengingatkan jika tembakau memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan negara dari cukai rokok yang hampir mencapai 150 triliun per tahun. Belum lagi dari sisi pajak yang nilainya juga mencapai triliunan. Â
Advertisement
Baca Juga
Desakan terhadap industri tembakau salah satunya terlihat pada tudingan jika perokok membebani program Jaminan Kesehatan Nasional (JK) sehingga tidak boleh mendapat fasilitas JKN. Sikap itu dinilai tak tepat sebab JKN bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. JKN diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Peserta JKN, termasuk perokok, berhak mendapat layanan kesehatan JKN, bukan sebagai beban, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada Pasal 16Â yang berbunyi setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.
Kemudian, jaminan itu juga tercantum di Pasal 20 yang berbunyi peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Kemudian nggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.
Dia menduga hal ini juga ditunggangi kepentingan dagang dalam industri. Tujuannya jika rokok kretek mati, maka rokok asing, akan mudah masuk.Â
Industri farmasi juga memainkan isu bahaya berlebihan nikotin agar kretek dibenci untuk kemudian diganti dengan rokok putih. Atau, diganti dengan rokok sintesis yang notabene dibuat farmasi.
Belum lagi, mekanisasi yang dilakukan korporasi asing setelah masuk ke Indonesia. Pada akhirnya, kemudian membuat jutaan tenaga kerja di industri tembakau nasional menjadi pengangguran karena produksi digantikan mesin semua. Jika itu terjadi, negara kehilangan cukai Rp 150 triliun per tahun dan jutaan pekerja menjadi pengangguran.
Industri tembakau, merujuk data Kementerian Perindustrian melibatkan tenaga kerja hingga 6,1 juta orang. Kretek juga telah menjadi sejarah dan budaya masyarakat.
Dia mengingatkan industri tembakau memberi kontribusi ekonomi di tengah perlambatan ekonomi dan di tengah sulitnya mencari pekerjaan. Namun kini ketika industri menyediakan tenaga kerja justru kerap dipojokkan.
Dia meminta dalam setiap pengambilan keputusan terkait tembakau, harus ada pertimbangan rasional. Suka atau tidak, industri tembakau memberi kontribusi ekonomi besar mencapai Rp 157 triliun per tahun dari sisi cukai saja.
“Kalau itu dimatikan hanya karena desakan golongan anti tembakau jelas tidak fair. Tembakau bukan penyebab penyakit hingga menyebabkan kematian," tegas dia.
Ia mengingatkan, salah satu alasan penjajah datang karena tembakau lokal Indonesia yang kemudian dibawa ke Belanda untuk dijadikan bahan cerutu. Terkait ini, tembakau perlu dilindungi dan tidak bisa diabaikan begitu saja di tengah perlambatan ekonomi dan defisit anggaran mencapai Rp 300 triliun.