Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang tengah gencar dilakukan berpotensi merugikan masyarakat. Lantaran pengoperasian PLTU nantinya dikhawatirkan menyebabkan kematian dini masyarakat di sekitar PLTU tersebut.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andrianu ‎mengatakan, pembakaran batu bara pada PLTU menghasilkan jutaan ton polusi setiap tahunnya. Pembuangan pembakaran batubara tersebut menghasilkan berbagai macam zat kimia berbahaya seperti merkuri, arsenik, timbal, kadmiun dan partikerl halus beracun lain. Zat-zat ini akan bercampur dengan udara yang dihirup oleh masyarakat.
Selain itu, lanjut dia, pembakaran batu bara ini juga memancarkan polutan nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida (SO2) yang berkontribusi pada pembentukan hujan asam dan polusi PM2,5.
Advertisement
Baca Juga
"Polusi PM2,5 ini partikel seperti gas tapi melayang. Kalau PM10 ini seperti debu kecil namun masih tersaring oleh hidung. Sedangkan PM2,5 bisa masuk hingga ke aliran darah. Ini bisa sampai ke keturunannya.‎ Selama puluhan tahun akan numpuk di dalam tubuh," ujar dia di Kantor WALHI, Jakarta, Jumat (17/3/2017).
Bondan menyatakan, polusi udara merupakan penyebab dari 3 juta kematian dini di seluruh dunia. Dan pembakaran batubara merupakan salah satu kontributor terbesar dari polusi ini. Lebih jauh, polusi PM2,5 ini mampu menyebabkan peningkatan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung dan penyakit pernapasan.
‎"PM2,5 jika terkena ke orang yang punya kolesterol dia akan numpuk di satu titik seperti bisul, akan sebabkan penyakit jantung koroner, stoke karena penyumbatan darah. Tidak heran anak muda kena stroke karena terpapar PM2,5. Seperti di Cirebon keluhannya dari masyarakatnya mayoritas adalah penyakit pernapasan. Kemudian di Cilacap, Indramayu paling tinggi stroke dan jantung," jelas dia.
Bondan menyatakan, polusi udara hasil dari pembakaran batubara di PLTU yang telah beroperasi saat ini menyebabkan kematian dini pada 6.500 jiwa per tahun. Jika proyek 35 ribu MW tersebut terealisasi, diprediksi potensi kematian dini akan meningkat menjadi 15.700 jiwa per tahun di Indonesia dan secara total mencapai 21.200 jiwa per tahun jika termasuk masyarakat di luar Indonesia.
"Jadi polusi akibat PLTU ini bisa mengakibatkan 6.500 kematian dini saat ini. Dan bisa meningkat menjadi 21.200 kasus kematian dini jika 35 ribu MW ini berjalan. Paparan polusi ini sangat sensitif terutama bagi anak kecil yang belum memiliki antibodi, ibu hamil dan orang tua," ujar dia.