Liputan6.com, Jakarta - Ekonom menilai, persaingan taksi online dan konvensional sebaiknya diserahkan ke mekanisme pasar. Oleh karena itu pelaku usaha akan terus memikirkan cara untuk tetap bertahan di tengah persaingan.
Sebelumnya Pemerintah telah mengeluarkan aturan mengenai taksi online. Aturan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan PM Nomor 32 Tahun 2016 tentang angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek yang diberlakukan pada 1 April 2017. Akan tetapi ada toleransi tiga bulan sejak pemberlakuannya.
Ekonom Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah sudah cukup menetapkan aturan mainnya. Untuk pengaturan bisnis, sebaiknya tak perlu ikut masuk.
Advertisement
Baca Juga
"Serahkan saja pada mekanisme pasar, kalau pemerintah ikut campur juga akan terjadi distorsi," ucap Enny, Kamis (6/4/2017).
Dia menuturkan, semua akhirnya berada di tangan masyarakat yaitu apakah memilih jasa taksi online atau konvensional. Nantinya, pelaku usaha akan otomatis dengan perubahan pasar itu.
Kerja sama itu, masih kata dia, merupakan dinamika pasar yang biasa terjadi di kalangan dunia usaha. Jika pengusaha melihat potensi bisnis, mereka secara otomatis berusaha menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan pasar.
"Contoh Blue Bird sudah (bekerja sama dengan GO-JEK). Itu pasti karena ada permintaan masyarakat," kata Enny.
Oleh karena itu, kolaborasi taksi online dan konvensional yang terjadi belakangan ini, salah satu contoh, menyesuaikan. Kerja sama itu  dilakukan, lantaran ada keuntungannya. "Kalau tidak ada keuntungan pelaku bisnis pasti tidak akan mau," ujar Enny.
Pemerintah menegaskan 11 poin penting sebagai payung hukum taksi online. 11 poin itu antara lain jenis angkutan sewa, kuota, jumlah angkutan sewa khusus, kewajiban STNK, berbadan hukum, pengujian berkala, pool, bengkel, pajak, akses dashboard dan pemberian sanksi.
Â
Â
Â
Â