Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mensahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2017 - 2026 dengan menerbitkan Keputusan Menteri ESDM (Kepmen ESDM) Nomor 1415 K/20/MEM/2017.
Dalam RUPTL terbaru ini, target bauran energi untuk Energi Baru Terbarukan (EBT) naik dari sebelumnya 19,6% menjadi 22,5% pada tahun 2025. Revisi RUPTL juga menetapkan target terbaru infrastruktur ketenagalistrikan, mengoptimalkan pemanfaatan energi setempat untuk pembangkitan tenaga listrik serta pemilihan teknologi yang lebih efisien sehingga dapat menurunkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik.
Baca Juga
"Dalam RUPTL 2017-2026 kita sudah merevisi target penggunaan EBT untuk kelistrikan. Jika digabung, dari air, panas bumi dan EBT lainnya diharapkan bisa mencapai bauran energi 22,5% pada 2025. Ini sejalan dengan target di Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Hal ini merupakan komitmen yang besar. Untuk Batubara di 2025 ditargetkan 50% dari total energi primer, Gas 26% dan BBM diharapkan hanya kurang dari 0,5%," ungkap Menteri ESDM, Ignasius Jonan dalam sambutannya di seminar Listrik Berkeadilan: Untuk Rakyat dan Dunia Usaha beberapa waktu lalu.
Advertisement
Target pembangunan jumlah pembangkit listrik dalam RUPTL 2017-2026 adalah sebesar 125GW di tahun 2025. Pada tahun 2019 diharapkan pembangkit yang sudah beroperasi (Commercial Operation Date/COD) sebesar 70GW. Tidak hanya pembangkit, RUPTL terbaru juga menetapkan target pembangunan transmisi dan gardu induk.
Terkait pemanfaatan potensi energi primer per daerah, RUPTL 2017-2026 menjelaskan penggunaan jenis pembangkit di tiap wilayah yang disesuaikan dengan ketersediaan sumber energi setempat atau yang terdekat.
"Pemerintah selalu fokus pada least cost basic energy. Kita dorong semua daerah memakai energi dasar yang paling kompetitif. Misal di Sumatera Bagian Selatan, energi dasar dari batubara masih besar sekali, sehingga kami dorong untuk membangun PLTU di Mulut Tambang," papar Menteri Jonan.
RUPTL 2017-2026 mengatur pengutamaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di mulut tambang serta pembangunan PLT Gas di mulut sumur (well-head).
"Ini untuk mengurangi biaya pihak ketiga, seperti transportasi. Akan lebih murah jika menggunakan kabel dan PT PLN komit bangun kabel untuk transmisi dan gardu induk. Dengan demikian Biaya Pokok Produksi (BPP) Pembangkitannya lebih kompetitif sehingga harga listrik bisa terjangkau," lanjut Jonan.
Menteri Jonan mencontohkan, PLTU kurang efisien jika dibangun di Papua dan Maluku karena biaya angkut batubara yang mahal. Berbeda dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat yang kaya akan batubara.
"Lebih baik di Papua dan Maluku bangun PLTG dan Kalimantan diperbanyak PLTUnya. Kami himbau PLN agar membuat rencana zonasi pasokan gas untuk pembangkit baru," lanjut Jonan.
Sejalan dengan Pemerintah, PT PLN (Persero) akan mengembagkan PLTU Mulut Tambang. Direktur Perencanaan Korporat, PT PLN (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan bahwa target total kapasitas PLTU Mulut Tambang adalah sebesar 7.300MW.
"1.600MW PLTU Mulut Tambang akan dibangun di Kalimantan. Sisanya akan dibangun di Sumatera," lanjut Nicke.
Khusus target bagi PT PLN, pembangunan pembangkit hingga 2025 adalah sebesar 77 GW, transmisi sebesar 67.422Kms dan gardu induk dengan target 164.170MVA. Nicke menjelaskan target pembangunan infrastruktur listrik dalam RUPTL terbaru juga akan mengedepankan EBT. "Total 21.549MW pembangkit yang kami usulkan di draft RUPTL terbaru berasal dari EBT dari PLTA, PLTP, PLTMH dan sebagainya," ujar Nicke.
Powered By:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)