Vietnam Mulai Diserbu Investor, Bagaimana dengan RI?

Vietnam merupakan negara komunis yang mulai membuka ekonominya. Hasilnya ekonomi negara ini berkembang sangat pesat.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Apr 2017, 19:24 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2017, 19:24 WIB
20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Vietnam bisa dibilang pesaing berat Indonesia saat ini dalam menarik investasi. Negara ini bahkan disebut-sebut dapat menyalip Indonesia apabila pemerintah lengah dan tidak memperbaiki kelemahan, seperti birokrasi yang berbelit-belit.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan, Vietnam merupakan negara komunis yang mulai membuka ekonominya. Hasilnya ekonomi negara ini berkembang sangat pesat.

"Vietnam negara komunis, birokrasinya sangat cepat, banyak tergabung dalam perjanjian perdagangan bebas (free trade aggreement/FTA) sehingga membantu mereka. Ini yang kita ketinggalan dengan mereka," katanya di Jakarta, Kamis (20/4/2017).

Keunggulan Vietnam lainnya, Shinta menuturkan, pemerintah setempat berani jor-joran memberikan insentif besar untuk investor asing yang masuk. Sementara Indonesia, ada insentif tax allowance, tax holiday, namun penerapannya rumit.

"Berapa banyak yang menikmati insentif tax allowance di Indonesia, susah sekali dapatnya. Sedangkan di Vietnam, insentif sangat didorong sehingga kita lagi-lagi tertinggal," ujar CEO Sintesa Group itu.

Belum lagi persoalan infrastruktur. Shinta mengaku, pemerintah Vietnam bergerak cepat membangun infrastruktur, seperti jalan, pembangkit listrik, dan lainnya.

Sementara Indonesia, yang juga berambisi membangun proyek pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (Mw) namun masih dalam proses.

Sebab itu agar tidak semakin tersalip Vietnam, Shinta menyarankan pemerintah Indonesia memperbaiki dan membenahi regulasi dan sistem birokrasi di negara ini. "Birokrasi dibenahi mesipun mengubah mindset itu tidak gampang," papar dia.

Menanggapi ini, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menilai salah satu yang menjadi kendala adalah perpajaka. Ini yang kemudian diberikan pemerintah.  "Ya salah satunya kan sudah soal perpajakan. Fasilitasnya itu," ujar dia singkat.

Sementara Direktur Lippo Group John Riady justru berpikir optimistis terhadap Indonesia. Sampai saat ini, menurut anak konglomerat James Riady itu,  Indonesia masih menjadi darling bagi investor.

"Investor China, India, Eropa melihat Indonesia dan Asia Tenggara sebagai destinasi paling atraktif berinvestasi. Karena ASEAN 8 persen dari populasi dunia, secara ekonomi baru 3 persen dari PDB dunia, kalaupun naik ke 8 persen, masih ada potensi besar. Indonesia masih jadi darling," jelasnya.

Terkait regulasi yang kerap tak konsisten, John berpendapat itu hal yang biasa. "Bagi investor itu biasa, di China dan India juga begitu, namanya negara demokrasi. Investor melihatnya jangka panjang, apakah politiknya stabil, dan Indonesia kan populasi muda banyak, ekonomi stabil, jadi menarik di mata investor," tandas dia.

 

 

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya