Rasio Utang Pemerintah Naik, Kemenkeu Klaim Masih Aman

Utang pemerintah tercatat Rp 3.649,75 triliun hingga akhir Maret 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Apr 2017, 09:12 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2017, 09:12 WIB
Ilustrasi utang
Utang pemerintah tercatat Rp 3.649,75 triliun hingga akhir Maret 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Posisi utang pemerintah pusat hingga akhir Maret 2017 tercatat sebesar Rp 3.649,75 triliun. Jumlah tersebut membengkak Rp 60,63 triliun dibandingkan realisasi sebesar Rp 3.589,12 triliun hingga Februari 2017. Dalam tiga bulan ini total penambahan utang mencapai Rp 138,60 triliun.   

Dikutip dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Jakarta, Minggu (30/4/2017), utang pemerintah pusat senilai Rp 3.649,75 triliun hingga bulan ketiga ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 2.912,84 triliun (79,8 persen) dan pinjaman sebesar Rp 736,91 triliun (20,2 persen).

Sementara kenaikan utang pemerintah pusat secara neto sebesar Rp 60,63 triliun dibanding Februari 2017, berasal dari kenaikan SBN neto sebesar Rp 64,04 triliun dan berkurangnya pinjaman (neto) sebesar Rp 3,41 triliun.

Sedangkan penambahan utang neto di 2017 sampai Maret adalah sebesar Rp 138,60 triliun. Bersumber dari kenaikan SBN sebesar Rp 132,23 triliun dan pinjaman sebesar Rp 6,37 triliun.

Jika dilihat lebih dalam, rasio utang pemerintah pusat terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat menjadi 29 persen. Dihitung dari nilai utang Rp 3.649,75 triliun dan PDB Indonesia di 2016 sebesar Rp 12.407 triliun.

Pada akhir 2016 dengan total outstanding utang pemerintah pusat sebesar Rp 3.511 triliun, rasio utang mencapai 28,3 persen dari PDB. Rasio utang ini lebih tinggi dibanding realisasi 2015 sebesar 27,4 persen terhadap PDB.

Direktur Strategis dan Portofolio DJPPR Kemenkeu, Schneider Siahaan mengaku, terjadi kenaikan rasio utang pemerintah pusat terhadap PDB menjadi 29 persen dibanding tahun lalu.

"Rasio (utang) ini tetap dijaga agar tetap manageable terutama dalam pelunasan pokok dan bunga jatuh tempo," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.  

Pemerintah, Schneider mengakui selalu mencermati berbagai risiko yang dapat berdampak pada kenaikan utang, yaitu risiko nilai rukar dan pemenuhan kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2017.

"Semua risiko tersebut masih dapat dikelola dengan baik. Sehingga kesimpulannya utang pemerintah di level sekarang ini masih terkendali," Schneider menegaskan.

Senada, Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu, Loto Srinaita Ginting mengatakan, rasio utang terhadap PDB saat ini masih di bawah level 60 persen. Rasio itu merupakan batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen dari PDB.

"Rasio utang sekarang ini masih di bawah 60 persen, masih aman. Apalagi kita masih di bawah 30 persen, jadi masih aman sekali," tutur Loto.  

Masih dari data DJPPR, pembayaran kewajiban utang di Maret 2017 mencapai sebesar Rp 84,13 triliun, terdiri dari pembayaran pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp 51,36 triliun dan pembayaran bunga utang sebesar Rp 32,77 triliun.

Indikator risiko utang pada bulan ketiga ini menunjukkan rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) sebesar 12 persen dari total utang, sedangkan dalam hal risiko tingkat nilai tukar.

Rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang adalah sebesar 42 persen. Average Time to Maturity (ATM) sebesar 9 tahun, sedangkan utang jatuh tempo dalam 5 tahun sebesar 36,6 persen dari outstanding.

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya