Kementerian Kelautan Fokus Gantikan Alat Tangkap Cantrang

Kementerian Kelautan dan Perikanan fokus menggantikan alat tangkap cantrang dengan sosialisasi dan membagikan alat tangkap sesuai ketentuan.

oleh Panji Prayitno diperbarui 17 Mei 2017, 19:23 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2017, 19:23 WIB
Cantrang
Barisan kapal nelayan dengan alat tangkap cantrang bersandar di pesisir pantura Tegal, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI menyebutkan larangan sekitar 15.248 cantrang atau alat tangkap tradisional milik nelayan di Indonesia.

Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja, instansinya sedang melakukan proses verifikasi akhir dengan sistem by name by address. "Kami sekarang fokus pada penggantian alat tangkap itu," kata Sjarief, seperti ditulis Rabu (17/5/2017).

Sjarief mengaku terus aktif keliling ke berbagai sentra nelayan untuk sosialisasi maupun membagikan alat tangkap kepada para nelayan sesuai peraturan pemerintah. Dia mengatakan, untuk bisa kembali melaut di perairan Indonesia, nelayan harus menukar alat tangkapnya yang dilarang pemerintah dengan alat tangkap lain sesuai ketentuan.

Sjarief menargetkan, penggantian seluruh alat tangkap yang dilarang dalam Permen 71/2016 itu selesai pada Juli atau Agustus 2017. Dia pun optimistis target itu bisa tercapai karena pengadaan-nya pun terus berjalan. "Jadi, cantrang (alat tangkap yang dilarang Permen 71/2016) kita tarik dan tukar," ujar Sjarief.


Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, menambahkan, untuk nelayan dengan kapal berukuran kurang dari 10 GT, maka penggantian alat tangkapnya dibantu pemerintah.

Namun, untuk kapal di atas 10 GT, harus dibantu pihak perbankan. Pria yang akrab disapa Hero itu menyatakan, akan terus berdialog untuk melihat sejauh mana keinginan para nelayan mencari nafkah di perairan Indonesia sesuai ketentuan yang ada. Dia menginginkan ada kebijakan yang berkeadilan.

"Bu Susi kebijakan-nya baik untuk pembangunan yang berkelanjutan. Tapi di sisi lain, ada tuntutan masyarakat (nelayan). Tentu harus cari titik temu yang pas," ujar Hero.

Sementara itu, ribuan alat tangkap ikan milik nelayan di Kabupaten Indramayu yang dilarang pemerintah masih belum diganti. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Indramayu, AR Hakim menyebutkan, ada 2.525 alat tangkap yang dilarang sebagaimana diatur dalam Permen 71/2016. Dari jumlah tersebut, baru 595 alat tangkap yang sudah diganti melalui bantuan Pemerintah Pusat.

"Kuncinya memang di Pemerintah Pusat. APBD tidak mampu untuk mengganti semua alat tangkap itu," kata Hakim.

Di Kabupaten Indramayu, kata dia, dari 1.930 unit alat tangkap yang tidak ramah lingkungan itu, sebagian besar digunakan oleh nelayan kecil. Mereka menggunakan kapal-kapal berbobot kurang dari 10 GT.

Dalam Permen 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, disebutkan sejumlah alat tangkap yang dilarang untuk digunakan karena mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan. Yakni pukat tarik, yang meliputi dogol, scottish seines, pair seines, cantrang, dan lampara dasar.

Selain itu, pukat hela yang meliputi pukat hela dasar, pukat hela dasar berpalang, pukat hela dasar berpapan, pukat hela dasar dua kapal, nephrops trawl, pukat hela dasar udang, pukat udang, pukat hela pertengahan, pukat hela pertengahan berpapan, pukat ikan, pukat hela pertengahan dua kapal, pukat hela pertengahan udang dan pukat hela kembar berpapan.

Alat tangkap lain yang juga dilarang adalah perangkap, yang meliputi perangkap ikan peloncat dan Muro ami. Penerapan larangan penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan itu telah mengalami penundaan tiga kali dalam pelaksanaannya karena masih banyak nelayan yang belum bisa mengganti alat tangkap mereka. Terakhir, penerapan aturan itu ditunda hingga akhir 2017. (Panji Prayitno)

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya