Harga 3 Komoditas Ini Masih Lebih Mahal dari Patokan Pemerintah

Pedagang menilai kesulitan menjual dua bahan pokok sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mei 2017, 08:21 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2017, 08:21 WIB
Ilustrasi minyak goreng
Ilustrasi minyak goreng

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk tiga komoditas, yakni gula pasir Rp 12.500 per kilogram (kg), minyak goreng Rp 11.000 per liter, dan daging beku Rp 80.000 per kg.

Faktanya, sejumlah komoditas di pasar tradisional itu tidak menyentuh harga patokan dari pemerintah tersebut. Pedagang masih menjualnya lebih dari harga eceran tertinggi (HET).

Pedagang sembako di Pasar Senen, Agus (40) mengungkapkan, minyak goreng dijual seharga Rp 13.000 per liter dan gula pasir dibanderol Rp 13.000 per kg. Agus menilai, sangat susah menjual dua kebutuhan pokok itu sesuai harga yang ditetapkan pemerintah.

"Ya susah jual kayak yang diinginkan pemerintah. Tidak bakal masuk di pedagang," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Senin (29/5/2017).

‎Pria asal Jakarta itu menjelaskan, pedagang di pasar tradisional rata-rata menjual gula pasir biasa, namun warna kekuningan, dan rasanya yang manis. Sementara yang ditawarkan pemerintah supaya sesuai HET, jenis gula SIL untuk industri. Karakteristik-nya warga gula putih dan kurang manis.

"Gula yang kami jual dengan gula SIL beda kualitas. Gula SIL mah buat pabrik. Buat pembeli lebih baik selisih sedikit tapi kualitas bagus. Bikin kue misalnya, kalau pakai gula kami cuma dua sendok, tapi pakai SIL bisa lebih dari itu. Sama saja lebih mahal," Agus menerangkan.

Dia menuturkan, jika harus menjual gula pasir Rp 12.500 sesuai HET pemerintah, pedagang bakal rugi. Lantaran HET dengan harga pedagang selisih Rp 500 per kg. "Itu tidak cukup buat bayar karyawan, plastik, dan ongkos lainnya. Tidak nutup. Minimal harus Rp 1.500 per kg selisih-nya," tegas Agus.

‎Sama halnya dengan gula pasir, harga minyak goreng pun sulit direalisasikan di pasar tradisional seharga Rp 11.000 per kg. Agus menjajakan minyak goreng seharga Rp 13.000 per kg, lantaran harga dari pedagang besar sudah Rp 10.200 per kg.

"Itu tadi kan harus bayar macam-macam, jadi kalau dijual sesuai HET susah. Memangnya pemerintah mau nanggung subsidi ke kami," keluh Agus.

‎Sementara itu, pedagang daging sapi di Pasar Senen, Adi Khairudin (45) pun menuturkan hal senada. Daging sapi segar sulit dijual seharga daging sapi beku yang dipatok Rp 80.000 per kg. Harga daging sapi segar saat ini sekitar Rp 110.000-Rp 120.000 per kg.

"Tidak bisa lah Rp 80.000 per kg. Daging lokal sama impor ya beda. Pedagang bakso, soto, memilih daging lokal daripada impor. Mereka tidak mau tuh daging beku. Lagipula beli karkasnya saja sudah Rp 90.000, mau makan apa kalau jualnya Rp 80.000," ujar Adi.

‎Adi mengaku, menjual daging sapi beku impor asal Australia saja sebesar Rp 100.000 per kg. "Kami kan beli sudah dari tangan kedua lebih mahal. Belinya Rp 89.000, ya dijual Rp 100.000 karena kan risiko susut lagi," dia menerangkan.

Dirinya berharap, supaya pemerintah dapat menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok saat puasa dan Lebaran, termasuk daging sapi. "Biasanya harga daging naik seminggu sebelum lebaran. Harapannya ya di stabilkan saja," ujar Adi.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya