Bea Cukai Blokir Lagi 65 Importir Pengemplang Pajak

Pemblokiran izin usaha 65 importir yang tidak patuh membayar pajak merupakan upaya penertiban kedua yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mei 2017, 11:48 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2017, 11:48 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memblokir izin usaha 65 importir yang tidak patuh membayar pajak. Ini adalah upaya penertiban kedua yang dilakukan DJBC setelah sebelumnya memblokir sebanyak 676 importir berisiko tinggi dan tidak pernah menyampaikan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

"Ya benar 65 importir sudah diblokir. Itu perusahaan importir umum yang tidak patuh bayar pajak," kata Kepala Seksi Humas, Devid Yohannis Muhammad dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (29/5/2017).

Sayangnya terkait jumlah pajak yang tidak pernah dibayarkan 65 importir tersebut, Devid belum mengetahuinya secara persis. Direktorat Jenderal Pajak yang akan memeriksanya.

"Potensi pajak belum diketahui karena ketidakpatuhan tersebut ketidakpatuhan dalam menyampaikan SPT PPh Badan. Nanti Ditjen Pajak yang akan meneliti," ujar dia.

Terpisah, Pengamat Perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menyampaikan apresiasi kepada jajaran DJBC Kemenkeu dalam melakukan penegakan hukum, terutama terhadap para importir nakal dan tidak patuh yang merugikan keuangan negara dan perekonomian nasional.

"Praktik ini sudah berlangsung lama dan selama ini untouchable. Strategi hukum yang tidak patuh, layani yang patuh, sangat tepat diterapkan agar terbangun budaya patuh pajak," kata Prastowo.

Prastowo mendukung langkah Bea Cukai secara konkret agar tindakan pencegahan dan penegakan hukum semakin efektif dan berdampak positif bagi perekonomian, khususnya mendukung upaya memberantas praktik beking yang merugikan.

"Program lain yang patut diapresiasi sebagai langkah maju, integrasi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai komitmen reformasi pelayanan dan administrasi yang memberikan kemudahan, di samping meningkatkan efektivitas pengawasan," jelas Prastowo.

Dirinya berharap agar DPR mempercepat revisi UU Perpajakan, UU Cukai dan infrastruktur pendukung lainnya agar reformasi pajak, dan reformasi kepabeanan dan cukai berjalan lancar, tepat waktu, sesuai sasaran dan target, sehingga berdampak signifikan pada peningkatan kepatuhan perpajakan dan penerimaan negara.

"Ditjen Pajak dan Bea Cukai harus meningkatkan koordinasi kelembagaan, terutama sebagai bagian persiapan pembentukan Badan Penerimaan Perpajakan yang diharapkan menjadi solusi agar sistem perpajakan lebih kredibel dan akuntabel dan meningkatkan penerimaan negara secara signifikan," ujar Prastowo.

 

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya