Sekuritisasi Piutang Anak Usaha, PLN Bantah Jual Aset

PLTU Suralaya adalah PLTU terbesar di Indonesia, dan merupakan aset yang sangat bagus dan terawat.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 13 Jun 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2017, 10:00 WIB
PLTU Suralaya adalah PLTU terbesar di Indonesia, dan merupakan aset yang sangat bagus dan terawat.
PLTU Suralaya adalah PLTU terbesar di Indonesia, dan merupakan aset yang sangat bagus dan terawat.

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) menegaskan tidak ada penjualan aset dalam pencarian dana baru dengan menggunakan mekanisme sekuritisasi aset atau Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA).

PLN berencana untuk melakukan sekuritisasi atau EBA dengan cara mengonversi pendapatan di masa depan menjadi surat berharga untuk mendapatkan dana tunai di awal. Dasar dari sekuritisasi adalah future cash flow dari pendapatan PT Indonesia Power, anak perusahaan PLN di bidang pembangkitan listrik.

Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto‎ menjelaskan, pencarian dana melalui sekuritisasi aset yang dilakukan PLN ini bukan menjual aset, tetapi mengonversi pendapatan di masa depan menjadi surat berharga.

"Ini tidak menjual aset. Ini piutang yang disekuritisasi sehingga dapat cash," kata Sarwono, di Jakarta, Selasa (13/7/2017).

Piutang PT Indonesia Power yang akan disekuritisasi adalah perjanjian jual beli listrik dengan PLN yang dihasilkan oleh salah satu pembangkit PT Indonesia Power, Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya. PLTU ini memiliki kapasitas 3.400 MegaWatt (MW) dan berkontribusi sekitar 12 persen pada sistem Jawa Bali.

PLTU Suralaya adalah PLTU terbesar di Indonesia, dan merupakan aset yang sangat bagus dan terawat. Masa manfaat PLTU Suralaya masih 20 tahun lagi dan memiliki performance operasi yang luar biasa.

Diperkirakan revenue stream PLN per tahun sekitar Rp 300 triliun. Hal ini akan menjadi jaminan (quarantee) dari kontrak investasi, yang sebagiannya berasal dari prepaid dari pelanggan sebesar 12 persen.

Dalam satu tahun, kata dia, penerimaan transaksi listrik PLTU Suralaya sebesar Rp 12 triliun yang terbagi atas beberapa komponen, yaitu pengembalian investasi, pemeliharaan bahan bakar dan pelumas, kimia, air, dan lain sebagainya.

Komponen Pengembalian Investasi inilah yang menjadi pengembalian dari pinjaman dari KIK-EBA ini. Dalam kontrak PPA ini, nantinya akan mendapatkan Rp 2,5 triliun per tahun dari hasil penjualan sebesar Rp 12 triliun tersebut.

Sarwono melanjutkan, dana yang dicari PLN dengan mekanisme baru ini ‎mencapai Rp 10 triliun, dana tersebut untuk membiayai empat proyek Indonesia Power, yaitu PLTU Suralaya 2X 1.000 MW, Mobile Power Plan (pembangkit portabel), PLTU Kaltim 3 dan PLTU Jambi 2X300 MW.

“Sangatlah tepat bagi para investor untuk berinvestasi pada struktur EBA ini, karena memiliki tingkat risiko yang jauh lebih rendah, mesin pembangkitnya sudah tersedia dan jaminan transaksinya jual-belinya sudah pasti oleh PLN dimana dalam jangka waktu 5 tahun ke depan sebesar Rp 10 triliun akan dikembalikan dalam bentuk PPA atau kontrak jangka panjang yang sudah pasti,” pungkas Sarwono.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya