OJK Belum Berniat Atur Bunga Perusahaan Fintech

Saat ini biaya dana (cost of fund) dari fintech berbeda-beda sehingga masih sulit bagi OJK mematok bunga fintech.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 20 Jun 2017, 14:30 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2017, 14:30 WIB
20160830-Presiden-Jokowi-Meninjau-Booth-Fintech-Jakarta-FF
Presiden Joko Widodo melihat-lihat booth fintech usai meresmikan pembukaan Indonesia Fintech Festival & Conference di Tangerang, Selasa (30/8). Fintech merupakan industri jasa keuangan berbasis teknologi digital. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum berniat mengatur bunga perusahaan pinjam-meminjam berbasis teknologi atau financial technology (fintech). OJK masih melepas bunga kredit perusahaan fintech ke mekanisme pasar.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani menerangkan, dengan melepas ke mekanisme pasar maka perusahaan jenis tersebut akan bersaing dalam menentukan bunga. Harapannya, bunganya akan turun.

"Kami tidak atur bunga, biarkan mereka berkompetisi. Tapi kami harapkan mereka terbukalah. Sekarang kan ada beberapa, jadi konsumen bisa nanya bunga berapa, di sini berapa," kata dia di Kantor Pusat OJK, Selasa (20/6/2017).

Dia mengatakan, saat ini biaya dana (cost of fund) dari fintech berbeda-beda. Sehingga, masih sulit bagi OJK mematok bunga fintech.

"OJK monitor (bunga) tapi biarkan mekanisme pasar yang menentukan. Misalkan begini, cost of fund masing-masing perusahaan kan beda. Kalau kita atur 15 persen ya, mungkin ada beberapa perusahaan yang tidak bisa. Kalau 30 persen? mungkin kebesaran. Mungkin suatu saat bisa saja ditentukan," jelas dia.

Ditanya mengenai bunga fintech yang tinggi, Firdaus mengatakan, hal itu sejalan dengan fasilitas yang diberikan fintech. "Lah iya, tapi dia itu kan lebih cepat dari perbankan. Tidak ada agunan. Jadi ada take and give-nya gitu. Mungkin cost of fund lebih tinggi, resiko yang lebih tinggi, sehingga itu yang menyebabkan lebih tinggi," ungkap dia.

Sebelumnya, CEO Tunaiku Vishal Tulsian mengatakan, fintech berpotensi besar dalam kehidupan ekonomi modern. Terlebih, di Indonesia masih terdapat 70 persen masyarakat tidak memiliki akun bank atau unbankable.

Mengapa masih banyak masyarakat di Indonesia yang unbankable? Menurutnya, ada beberapa alasan, di antaranya pendidikan mereka rendah, gaji atau honor habis untuk kebutuhan sehari-hari, bekerja di sektor informal, tidak dapat memenuhi persyaratan dari bank, tidak percaya dengan sistem perbankan, dan infrastruktur yang terbatas ke bank tersebut.

Di sisi lain, bagaimana fintech menarik perhatian masyarakat? Jika berkaca pada perkembangan fintech di negara-negara berkembang, maka kondisi Indonesia saat ini menjadi pemicu bagi pertumbuhan usaha fintech.

Saat ini ada sekitar 330 juta pengguna telepon genggam di Indonesia dan pengguna internet aktif sekitar 88 juta orang.

"Dengan meningkatnya pengguna gadget, membuat fintech semakin populer. Tak heran bila belakangan ini usaha fintech menjadi pilihan bagi generasi muda ingin mengakses dan memanfaatkan fasilitas perbankan secara digital melalui teknologi finansial ini," ujar Vishal.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya