Cara Pemerintah Tangkal Dampak Negatif dari Pelarangan Cantrang

Pemerintah melarang nelayan menggunakan alat tangkap cantrang karena merusak lingkungan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 11 Jul 2017, 17:15 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2017, 17:15 WIB
Cantrang
Barisan kapal nelayan dengan alat tangkap cantrang bersandar di pesisir pantura Tegal, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melarang nelayan menggunakan alat tangkap cantrang karena merusak lingkungan. Dampak dari pelarangan tersebut cukup besar, yaitu banyak nelayan yang tidak bisa melaut. Pemerintah pun mencoba mengantisipasi dampak tersebut agar tidak mengarah ke hal yang negatif. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, larangan pengoperasian kapal yang menggunakan alat tangkap cantrang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan. Alasannya, penggunaan alat tangkap tersebut berdampak pada kerusakan lingkungan biota laut, karena kerja dari alat tersebut mengeruk dari dasar laut.

"Kapal cantrang oleh regulasi nasional dan internasional seperti Food and Agriculture Organization (FAO) memang dilarang karena berdampak negatif terhadap lingkungan laut‎," kata Luhut, saat menghadiri ‎Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal, di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (11/7/2017).

Luhut mengakui, larangan penggunaan alat tangkap cantrang tersebut akan membuat nelayan dan buruh tidak bisa berlayar. Oleh karena itu, pemerintah telah memberikan solusi dengan mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan. Selain itu, pemerintah juga memberikan ketrampilan lain kepada para nelayan. 

Hal tersebut agar pendapatan para nelayan tidak putus sehingga tidak menimbulkan kemiskinan. Menurut Luhut, jika muncul kemiskinan, maka akan memberikan dampak yang sangat besar seperti terorisme.

"Tanpa harus beranalisa secara berlebihan, fakta menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan pemicu instabilitas bahkan terorisme," ucapnya.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya