Liputan6.com, Jakarta Pemindahan pusat pemerintahan dari Ibu kota DKI Jakarta ke wilayah lain dinilai bisa mengubah kondisi konstelasi atau tatanan ekonomi Indonesia secara drastis. Perubahan tersebut mencakup interkoneksi transportasi khususnya angkutan udara, sistem perbankan, dan efisiensi kerja aparatur negara.
Ini diungkapkan Gubernur Nusa Tenggara Barat, TGH M Zainul Majdi. "Efisiensi kerja yang saya maksudkan adalah menjadi fokus mengurus urusan dinasnya saja," jelas Gubernur yang biasa dipanggil TGB ini (Tuan Guru Bajang), seperti dikutip Senin (24/7/2017).
TGB juga melihat, dampak perubahan lainnya adalah interkoneksi logistik nasional, seperti angkutan udara. Saat ini misalnya, rute angkutan udara terkonsentrasi di DKI Jakarta, sehingga masyarakat Indonesia Tengah maupun Indonesia Timur yang ingin berpergian ke kota-kota di Sumatera maupun Kalimantan harus transit dulu ke Jakarta.
Advertisement
Baca Juga
"Misalnya jadi pindah ke Kalimantan, kan interkoneksinya harus diubah, sebab bila tidak ini memakan waktu yang lama. Bayangkan saat ini penduduk NTB harus transit di Jakarta 3-4 jam baru bisa terbang ke Kalimantan. Jika berangkat pagi lalu ada delay, maka tiba di Kalimantan bisa sore. Ini memakan waktu satu hari sudah namanya. Demikian juga penduduk dari kota-kota di Sumatera harus transit dulu di Jakarta untuk bisa terbang ke Indonesia Tengah dan Timur," urai TGB.
Dengan adanya pemindahan pusat pemerintahan, rute penerbangan diyakini TGB akan otomatis bisa berubah. Masyarakat bisa memiliki alternatif rute penerbangan apakah transit terlebih dahulu di Kota Pusat Pemerintahan atau transit di Kota Pusat Bisnis DKI Jakarta. "Paling tidak ini akan membuat perekonomian semakin dinamis dan aktif," jelas dia.
Hal lainnya yang bisa berdampak adalah perubahan sistem perbankan. Jika selama ini kantor pusat bank-bank berada di DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, maka terbuka kemungkinan perpindahan beberapa kantor pusat bank ke Kalimantan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan bank-bank pembangunan daerah di Kalimantan bisa semakin berkembang.
"Dana pihak ketiga perbankan juga bisa semakin tersebar, tidak terkonsentrasi di DKI Jakarta saja. Penyaluran kredit di kota-kota sekitar pusat pemerintahan juga akan berkembang," kata TGB.
Di luar hal-hal tersebut, dia menilai wacana pemindahan pusat pemerintahan harus dikaji secara mendalam, termasuk sejauh mana dampaknya bagi perekonomian di Indonesia Tengah dan Timur.
"Apakah bisa turut menggerakkan perekonomian di Indonesia Tengah dan Timur atau tidak. Saya sangat berharap ini bisa turut menggerakkan perekonomian di Indonesia Tengah dan Timur, termasuk Nusa Tenggara Barat. Aspek ini yang sangat penting," tambah TGB.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati merestui alokasi anggaran sebesar Rp 7 miliar untuk biaya kajian pemindahan ibu kota dari Jakarta oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Anggaran tersebut masuk dalam pagu anggaran Bappenas di Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017.
"Kalau pembiayaan (anggaran) untuk melakukan kajiannya (pemindahan ibu kota), iya sudah (disetujui). Masuknya ke belanja Bappenas," tegas Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, Kunta W.D. Nugraha, Jumat (21/7/2017).
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro pernah meminta tambahan dana sebesar Rp 7 miliar di RAPBN-P 2017. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melakukan kajian pemindahan ibu kota Jakarta.
"Kajian utama pemindahan ibu kota butuh anggaran Rp 7 miliar untuk memastikan kajian komprehensif sehingga bisa mendukung perencanaan yang matang," kata Bambang.
Tonton video menarik berikut ini: