Penjelasan Tiga Pilar soal Beli Gabah Petani di Atas HPP

Tiga Pilar Sejahtera Food selaku induk usaha PT IBU membeli gabah seharga Rp 4.900 per kg.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 25 Jul 2017, 13:30 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2017, 13:30 WIB
Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Jo Tjong Seng saat konferensi pers membantah anak usahanya PT Indo Beras Unggul (IBU) menimbun dan menyerap beras bersubsidi. (Liputan6.com/Ilyas Istianur P)
Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Jo Tjong Seng saat konferensi pers membantah anak usahanya PT Indo Beras Unggul (IBU) menimbun dan menyerap beras bersubsidi. (Liputan6.com/Ilyas Istianur P)

Liputan6.com, Jakarta PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) selaku induk usaha PT Indo Beras Unggul (PT IBU) membeli gabah seharga Rp 4.900 per kg. Harga ini di atas harga acuan pembelian atau harga pembelian pemerintah (HPP) seharga Rp 3.700 per kg. Perseroan menegaskan, langkah ini tidak merugikan pihak lain, justru memberi keuntungan pada petani.

Direktur AISA Jo Tjong Seng menerangkan, penjualan gabah dilakukan lewat mekanisme pasar. Sementara, harga acuan dikeluarkan supaya petani tidak rugi ketika harga gabah di pasaran menurun.

"Harga acuan ini artinya apa, harga pembelian pemerintah yang berarti jika harga pasar di bawah harga acuan, pemerintah melalui instrumen terkait akan menjaga pendapatan petani di tingkat harga acuan," ujar dia saat Public Expose di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Dia mengatakan, harga acuan untuk memberi kepastian kepada petani. Jika harga pasar jatuh, maka mereka mendapat harga minimum yakni harga acuan tersebut.

"Jika harga pasar di bawah harga acuan, maka petani mendapat kepastian harga yang mereka terima minimum sama harga acuan," ujarnya.

Petani pun memiliki pilihan, apakah akan menjual ke pemerintah atau ke swasta. Dia menuturkan, dengan harga di atas harga acuan maka petani memperoleh untung.

"Dengan harga lebih tinggi dari acuan petani sudah diuntungkan," ujar dia.

Lebih lanjut, pihaknya pun juga menampik langkah ini akan mematikan penggilingan lokal. Menurutnya, kapasitas pengeringan perseroan tidak lebih 8 persen.

"Kami hanya menyerap sebagian kecil dari potensi panen yang ada. Tentu bisa kita pahami tidak mungkin penggilingan tidak kebagian," tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya