Jadi Barang Langka, Harga Garam di Pasar Melonjak 150 Persen

Harga garam bata naik dari Rp 11 ribu per pak menjadi Rp 23 ribu sampai Rp 24 ribu per pak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Agu 2017, 11:18 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2017, 11:18 WIB
Harga garam bata naik dari Rp 11 ribu per pak menjadi Rp 23 ribu sampai Rp 24 ribu per pak. (Fiki/Liputan6.com)
Harga garam bata naik dari Rp 11 ribu per pak menjadi Rp 23 ribu sampai Rp 24 ribu per pak. (Fiki/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Harga garam di pasaran terpantau melonjak hingga 150 persen dari Rp 2.000 menjadi Rp 5.000 per bungkus akibat kelangkaan pasokan garam konsumsi. Kondisi ini sudah terjadi sejak pasca-Lebaran.

Salah seorang pedagang sembako, Robi (40), mengaku kini hanya bisa menjual garam meja merek D5 dan cap Laba-laba yang sebelumnya tidak pernah dijajakan. Harga garam merek tersebut bahkan saat ini sudah ‎melonjak 150 persen menjadi Rp 5.000 per bungkus.

"Garam agak susah sekarang. Kami jual garam merek D5 dan Laba-laba‎ yang saat ini harganya Rp 5.000 per bungkus, padahal tadinya cuma Rp 2.000. Sebelumnya kami tidak pernah jual lo," kata Robi saat berbincang dengan Liputan6.com di Pasar Grogol, Jakarta Barat, Jumat (4/8/2017).

Robi mengungkapkan, selama ini dia hanya menjual garam meja dengan kualitas agak bagus merek Dolpin, Refina, dan Kepiting yang dijual seharga Rp 4.500 per bungkus.

"Tapi karena barangnya tidak ada, terpaksa jual garam merek D5 dan Laba-laba. ‎Dengar-dengar sebelum hilang, harganya sudah tembus Rp 8.000 per bungkus," ucap pria asal Jakarta itu.

Begitupun dengan garam bata yang kenaikannya juga gila-gilaan dari Rp 11 ribu menjadi Rp 23 ribu sampai Rp 24 ribu per pak. Satu pak isinya 10 bongkah garam bata. Itu pun, diakui Robi, barangnya sudah tidak ada di pasaran karena langka.

"Garam bata kan jenis garam dapur agak kasar. Favoritnya memang garam Dolpin, Kepiting, dan Refina karena lebih halus dan lebih putih. Tapi karena susah barangnya sejak pasca-Lebaran, mau tidak mau ‎jual yang ada," ia menerangkan.

Menurut Robi, permintaan garam konsumsi sangat tinggi mengingat restoran maupun rumah makan tidak mungkin untuk mengirit penggunaan garam. Alhasil, mereka berputar dari satu pasar ke pasar lain untuk bisa mendapat stok garam.

"‎Yang merek Refina saja, kami bisa jual 10 bal atau 20 bungkus garam dalam seminggu. Warteg dan restoran kan tidak bisa ngirit," ujar Robi.

Menurut Robi, ini adalah kali pertama harga garam meroket luar biasa tinggi. Kemungkinan besar karena faktor cuaca. "Ini baru pertama kali saya rasa. Tidak tahu deh harga garam bisa normal lagi atau tidak walaupun pemerintah katanya mau impor bahan baku garam konsumsi," tuturnya.

Senada, Walibi (32) asal Klaten juga mengungkapkan hal yang sama. Pedagang sayur mayur di Pasar Grogol itupun hanya menjajakan garam meja D5 dan cap Laba-laba.

"Adanya cuma itu garam D5 dan cap Laba-laba. Harganya saja dari 2.000 perak jadi Rp 5.000. Wong yang merek Kepiting tidak ada sama sekali, padahal lebih laku," katanya.

Kondisi kelangkaan pasokan garam dan kenaikan harga, kata Walibi sudah terjadi setelah Lebaran. "Habis Lebaran mulai tidak ada barangnya, harga pun makin mahal. Pasokan seret karena cuaca," pungkas Walibi.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya