Daya Beli Lesu, Pengusaha Ritel Tahan Ekspansi Bisnis

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengeluhkan adanya penurunan daya beli masyarakat.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Agu 2017, 08:48 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2017, 08:48 WIB
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengeluhkan adanya penurunan daya beli masyarakat.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengeluhkan adanya penurunan daya beli masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha ritel modern menahan ekspansi bisnis menghadapi lesunya pertumbuhan penjualan yang terjadi sejak awal tahun ini. Ekspansi yang ditahan terutama untuk daerah yang berada di timur Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, selama ini gerai ritel modern memang masih didominasi di wilayah barat Indonesia. Rencana awal, pengusaha gerai modern bakal melakukan ekspansi ke Indonesia timur. Sayangnya, rencana tersebut harus ditahan. 

Selain itu, Roy melanjutkan, perusahaan ritel modern juga menutup beberapa gerai di daerah-daerah yang jumlah penduduk dan sosial ekonomi rendah. "Kami belum mendata ulang, tapi seluruh Indonesia mungkin belum sampai 50 toko yang sudah menutup. Terutama di daerah-daerah yang demografinya rendah," ujar dia seperti ditulis Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (5/8/2017).

Untuk penutupan sebuah gerai, pengusaha ritel biasanya melihat capaian penjualan dalam kurun waktu tertentu. Jika gerai tersebut sudah tidak mencapai target minimal yang ditentukan dan tidak ada upaya perbaikan yang bisa dilakukan, maka gerai tersebut terpaksa ditutup.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengeluhkan adanya penurunan daya beli masyarakat. Pemerintah diminta mengambil kebijakan tepat guna memacu pertumbuhan ekonomi yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kembali daya beli masyarakat secara merata.

"Daya beli sekarang benar-benar nge-drop. Ini sudah warning banget," tegas Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani saat dihubungi Liputan6.com.

Pelemahan daya beli tersebut ditunjukkan dengan penurunan penjualan sepeda motor dan mobil, penjualan ritel, dan industri lainnya. Penyebabnya, ada ketidakmerataan distribusi pendapatan karena berbagai hal.

"Melihat tren investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), penanaman modal naik, namun penyerapan tenaga kerja mengecil. Akhirnya distribusi pendapatan tidak merata, dan daya beli drop. Pada kebingungan semua, karena kelas menengah kan tidak beli sepeda motor, beli mie instan, jadi kita perlu menumbuhkan kalangan bawah," jelas dia.  

Parahnya lagi, Hariyadi mengungkapkan, peraturan tenaga kerja yang kompleks dan rumit, termasuk masalah pengupahan selama puluhan tahun, mendorong perusahaan saat ini lebih menahan diri untuk merekrut pegawai. Perusahaan-perusahaan sekarang ini memilih pegawai dengan kriteria tertentu.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya