Cara Kemenko Maritim Atasi Kelangkaan Garam

Saat ini pemerintah sedang mengupayakan penambahan jumlah lahan garam di seluruh Indonesia.

oleh Arthur Gideon diperbarui 05 Agu 2017, 10:30 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2017, 10:30 WIB
Petani Garam Jeneponto Batal Rasakan 'Bulan Madu'
Harga garam yang tinggi semanis bulan madu justru tak bisa dirasakan sama sekali oleh petani garam di Jeneponto. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sebagai negara kepulauan adalah salah satu negara produsen garam. Namun, ketimpangan antara jumlah produksi garam nasional dan kebutuhan akan garam masih belum seimbang.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Agung Kuswandono menjelaskan, salah satu solusi untuk memenuhi produksi garam nasional adalah ekstensifikasi tambak garam.

Selama ini, produksi garam rakyat sangat tergantung pada cuaca. Jika cuaca di sentra produksi garam tersebut sedang hujan, produksi garam akan tersendat. Kalau hal tersebut terus berlangsung, akan terjadi penurunan produksi dan bahkan terjadinya kelangkaan garam secara nasional.

“Pada 2015, mayoritas daerah yang merupakan sentra produksi garam mengalami musim kemarau sehingga produksi garam melimpah. Sedangkan, pada 2016 dan 2017 intensitas hujan tinggi sehingga produksi garam anjlok,” ujar Agung seperti dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (5/8/2017).

Impor garam dapat menjadi solusi temporer untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Namun, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum kebijakan impor garam dilakukan. Di antaranya adalah memantau jumlah ketersediaan garam nasional.

“Impor dilakukan ketika kebutuhan garam nasional tidak terpenuhi. Garam nasional diproduksi oleh rakyat, petambak garam. Masalahnya, terkadang garam ini disimpan di gudang mereka. Hal ini menyebabkan pemerintah tidak bisa memonitor secara langsung jumlah garam di rakyat," jelas dia. 

Agung melanjutkan, garam yang diimpor adalah garam industri, bukan garam konsumsi. Selain itu, pihak yang terlibat dalam kebijakan impor garam adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

“Menurut UU Nomor 7 Tahun 2016, yang memberikan rekomendasi impor garam konsumsi adalah Menteri KKP. Sedangkan, impor garam industri dimintakan pertimbangannya dari Menteri Perindustrian oleh Menteri Perdagangan,” tuturnya.

Namun, masalah yang timbul dari pembagian pemberian rekomendasi impor garam adalah masih berbedanya data produksi garam antara Kementerian dan Lembaga. Untuk itu, Kemenko Maritim telah meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mendata jumlah produksi garam serta penyusunan neraca garam nasional.

“Nantinya, Kemenko Maritim menghimbau agar kementerian dan lembaga terkait dapat menggunakan data dari BPS untuk mengetahui jumlah produksi garam. Namun sebelum data BPS terkumpul, Kemenko Maritim menghimbau kementerian dan lembaga terkait dapat melakukan sinkronisasi data,” kata Agung.

Untuk mengatasi kelangkaan garam dalam jangka panjang, saat ini pemerintah sedang mengupayakan penambahan jumlah lahan garam di seluruh Indonesia. Sehingga daerah-daerah yang memiliki tambak garam, nantinya dapat menyangga produksi garam nasional.

“Saat ini, produsen garam nasional ada di Jawa Timur, Pantai Utara Jawa Tengah, dan beberapa titik di Sumatera. Dalam rangka ekstensifikasi, saat ini pemerintah sedang berupaya mengembangkan tambak garam di Bipolo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain NTT, pengembangan tambak garam juga dilakukan di Bima dan Jeneponto,” tutup Agung.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya